Rangkuman Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik
BAB I
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
1.1. Individu
dan Karakteristiknya
1. Pengertian
Individu
Manusia adalah mahluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang .
sejak ratusan tahun sebelum Isa, manusia telah menjadi obyek filsafat, baik
obyek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun obyek material yang
mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya.
Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai mahluk yang berpikir atau homo
sapiens, mahluk yang berbuat atau homo faber, mahluk
yang dapat dididik atau homo edueandum dan seterusnya.
Dalam kamus Eehols & Shadaly (1975), individu adalah kata benda dari
individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum. Berdasarkan pengertian
di atas dapat dibentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang
perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan
membawaperubahan-perubahan apa saja yang diinginkan dalam kebiasaan dan
sikap-sikapnya.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia mempunyai
kebutuhan-kebutuhan. . pada awal kehidupannya bagi seorang bayi mementingkan
kebutuhan jasmaninya, ia belum peduli dengan apa saja yang terjadi diluar
dirinya. Ia sudah senang bila kebutuhan fisiknya sudah terpenuhi. Dalam
perkembangan selanjutnya maka ia akan mulai mengenal lingkungannya, membutuhkan
alat komunikasi (bahasa), membutuhkan teman, keamanan dan seterusnya. Semakin
besar anak tersebut semakin banyak kebutuhan non fisik atau psikologis yang
dibutuhkannya.
Manusia secara utuh artinya manusia sebagai pribadi yang merupakan
pengejawantahan menungalnya bergabagi eirri antar berbagai segi, yaitu antara
segi individu dan soeial, jasmani dan rohani, serta dunia dan akhirat.
Individu artinya tidak bias dibagi, tidak dapat dipisahkan, keberadaannya sebagai makhluk yang pilah, tunggal dan khas. Individu yang berarti orang, perseorangan yang diinginkan (Eehlos, 1975 : Sunarto, dkk : 1994)
Individu artinya tidak bias dibagi, tidak dapat dipisahkan, keberadaannya sebagai makhluk yang pilah, tunggal dan khas. Individu yang berarti orang, perseorangan yang diinginkan (Eehlos, 1975 : Sunarto, dkk : 1994)
2. Karakteristik
Individu
Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak
lahir, baik menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis.
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan
karakteristik yang memperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan
merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang
menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis.
Natur dan nature merupakan istilah yang biasa digunakan untuk
menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan
emosional pada setiap tingkat perkembangan. Seorang bayi yang baru lahir
merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keturunan ayah dan garis
keturunan ibu. Sejak terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru,
maka secara berkesinambungan dipengaruhi oelh bermaeam-maeam faktor lingkungan
yang merangsang.
1.2. Perbedaan
Individu
Dari bahasa bermaeam-maeam aspek perkembangan individu, dikenal ada 2
faktor yang menonjol, yaitu (i) semua manusia memiliki unsur-unsur kesamaan di
dalam pola perkembangannya, dan (ii) di dalam pola yang bersifat umum dari apa
yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu
memiliki keeenderungan berbeda.
Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat
kuantitatif dan bukan kualitatif. Sejauh mana individu berbeda akan menunjukkan
kualitas perbedaan mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur
perbedaan tersebut
1.3. Bidang-Bidang
Perbedaan
Garry 1963 (Oxendine, 1984: 317) mengategorikan perbedaan individual ke
dalam bidang-bidang berikut:
1. Perbedaan
fisik: usia, berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, dan
kemampuan bertidak.
2. Perbedaan
sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku.
3. Perbedaan
kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap.
4. Perbedaan
intelegensi dan kemampuan dasar.
5. Perbedaan
keeakapan atau kepandaian di sekolah.
Perbedaan fisik bukan saja terbatas pada ciri yang dapat diamati dengan
panea indra kita, akan tetepi juga ciri lain yang hanya dapat diketahui setelah
diperoleh informasi atau diadakan pengukuran
1.4. Perbedaan
Kognitif
Menurut Bloom, proses belajar, baik disekolah maupun diluar sekolah.
Menghasilkan dan pembentukan kemampuan yang dikenal sebagi taxonomy Bloom,
yaitu kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan
dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan tekonologi. Tingkat kemampuan kognitif
tergambar pada hasil belajar yang diukur dengan tes hasil belajar. Tes hasil
belajar nilai kemampuan kognitf yang bervariasi. Kemampuan kognitif berkolerasi
posotif dengan tingkat keeerdasan seseorang.
1.5. Perbedaan
dalam Keeakapan Bahasa
Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda, kemampuan berbahasa
merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk
ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis, dan sistematis.
1.6. Perbedaan
dalam Keeakapan Motorik
Keeakapan motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi kerja
syaraf motorik yang dilakukan oleh saraf pusat untuk melakukan kegiatan, karena
kerja saraf yang sistematis.
1.7. Perbedaan
dalam Latar Belakang
Dalam suatu kelompok siswa pada tingkat manapun, perbedaan latar belakang
dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlanear atau menghambat
prestasinya.
Demikian pula lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial maupun
lingkungan fisik akan memberiakan pengaruh yang berbeda-beda
1.8. Perbedaan
dalam Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan
tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan
pemupukan secara tepat.
Sebaliknya bakat tidak dapat berkembang sama sekali, jika lingkungan tidak
memberikan kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan
pemupukan yang menyentuhnya.
1.9. Perbedaan
dalam Kesiapan Belajar
Anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan
yang sama dalam menerima pengaruh darui luar yang lebih luas.
Perbedaan-perbedaan itu tidak saja disebabkan oleh keragaman dalam rentang
kematangan tetapi juga oleh keragaman dari latar belakang sebelumnya
1.10. Aspek-aspek
Pertumbuhan dan Perkembangan Individu
Setiap individu pada hakiatnya akan mengalami pertumbuhan fisik dan
perkembangan nonfisik yang meliputi aspek-aspek intelek, emosi, sosial, bahasa,
bakat khusus, nilaidan moral, serta sikap
1.11. Pertumbuhan Fisik
1. Pertumbuhan
sebelum lahir
Pertemuan sel telur dan sperma yang membentuk suatu sel kehidupan, yang
disebut embrio.
Saat berumur 1 bulan berukuran 0,5 em, saat umur 2 bulan membesar menjadi
2,5 em (janin). Dan 1 bulan kemudian janin tsb telah berbentuk menyerupai bayi.
2. Pertumbuhan
setelah Lahir
Selama tahun pertama dalam pertumbuhannya, ukuran panjang badannya akan
bertambah sekitar sepertiga dari panjang badan semula dan beratnya akan
bertambah menjadi sekitar 3 kalinya
1.12. Intelek
Intelek berkembang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak.
Perkembangan kognitif menurut piaget (Sarlito, 1991:81) mengikuti
tahap-tahap berikut:
1. Masa
sensori motao (0,0 - 2,5 tahun)
2. 2.
masa pra-operasional (2 – 7 tahun)
3. Masa
konkreto prerasional (7 – 11 tahun)
4. Masa
operasional (11 – dewasa)
1.13. Emosi
Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku
fisik. Seperti marah yang ditunjukkan dengan teriakan suara keras, atau tingkah
laku yang lain. Begitu pula sebaliknya seorang yang gembira akan
melonjak-lonjak sambil tertawa lebar,dsb.
1.14. Sosial
Bayi lahir dalam keadaan yang sangat lemah dan tidak dapat hidup terus
tanpa orang lain. Jadi, dalam proses pertumbuhan setiap orang tidak dapat
berdiri sendiri. Mereka memerlukan lingkungan dan senantiasa akan saling
memerlukan.
1.15. Bahasa
Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. “tangis” disaat kelahiran,
mempunyai arti bahwa di samping menunjukkan gejala kehidupan juga merupakn cara
bayi itu berkomunikasi dengan sekitar.
1.16. Bakat Khusus
Bakat merupakan kemampuan tertentu atau khusus yang dimiliki oleh seorang
individu yang hanya dengan rangsangan atau sedikit latihan, kemampuan itu dapat
berkembang dengan baik.
1.17. Sikap, Nilai, dan
Moral
Bloom 9Woolfolk dan Nieolieh, 1984: 390) mengemukakan bahwa tujuan akhir
dari proses belajar dikelompokkan menjadi 3 sasaran, yaitu penguasaan
pengetahuan, penguasaan nilai dan sikap, dan penguasaanpsikomotor.
Masa bayi masih belum mempersoalkan masalah moral dan motorik, akan tetapi
sejalan dengan perkembangan inteleknya, berangsur-angsur anak mulai mengikuti
berbagai ketentuan yang berlaku di dalam keluarga, masyarakat, dan negara.
BAB II
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA
2.1 Pengertian
Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang
sehat, dalam perjalanan waktu tertentu.
Perkembangan merupakan proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu
sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungannya.
2.2 Tugas-Tugas
Perkembangan
1. Mencapai
perasaan seks dewasa yang diterima secara sosial
2. Mencapai
kebebasan emosional dari orang dewasa
3. Mencapai
kebebasan ekonomi
4. Memilih
dan menyiapkan suatu pekerjaan
5. Menyiapkan
perkawinan dan hidup berkeluarga, dll.
2.3 Hukum-Hukum
Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Antara lain adalah hukum Eepphaloeoudal yang artinya
pertumbuhan fisik mulai dari kepala ke arah kaki, dan Hukum Proximodistalyang
artinya pertumbuhan fisik berpusat pada sumbu dan mengarah ke tepi.
2.4 Remaja:
Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Remaja itu sulit didefinisikan secara mutlak. Oleh karena itu, dicoba untuk
memahami remaja menurut berbagai sudut pandang, antara lain menurut hukum,
perkembangan fisik, WHO, sosial psikologis, dan pengertian remaja menurut
pandangan masyarakat.
2.5 Jenis-Jenis
Kebutuhan dan Pemenuhannya
Beberapa jenis kebutuhan remaja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
kelompok kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan
organik; makan, minum, bernapas, dll.
2. Kebutuhan
emosional, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan dari pihak
lain, dikenal dengan n’Aff.
3. Kebutuhan
prestasi, yaitu dorongan untuk memperoleh potensi yang dimiliki
4. Kebutuhan
untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis.
2.6 Masalah
Remaja
Berikut ini merupakan masalah yang dihadapi remaja yaitu:
1. Upaya
dalam mengubah perilaku kekanak-kanakan menjadi dewasa
2. Seringkali
remaja kesulitan untuk menerima perubahan-perubahan fisiknya.
3. Perkembangan
fungsi seks yang dapat menimbulkan kebingungan remaja untuk memahaminya
4. Dalam
memesuki kehidupan bermasyarakat, remaja terlalu mendambakan kemandirian.
2.7 Hakikat
Pertumbuhan dan Perkembangan
· Pertumbuhan
berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut ukuran dan struktur
biologis. Pertumbuhan adalah secara fisiologis sebagai hasil dari proses
kuantitatif fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak sehat
dalam perjalanan waktu tertentu.
· Menurut
Libert, Paulus dan Staus, perkembangan adalah proses perubahan dalam
pertumbuhan dalam suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan
lingkungan. Soesilo Windradini menyatakan perkembangan tidak berlangsung secara
otomatis, tapi bergantung pada beberapa faetor :
1. Hereditas
2. Lingkungan
3. Kematangan fisik dan psikis
4. Aktivitas anak sebagai subyek yang berkemauan
1. Hereditas
2. Lingkungan
3. Kematangan fisik dan psikis
4. Aktivitas anak sebagai subyek yang berkemauan
2.8. Beberapa
Hal yang Perlu Diperhatikan Berkenaan dengan Perkembangan Individu
1. Dapat
terjadi perubahan, diantaranya :
a. Bimbingan
dan bantuan orang lain
b. Cara-cara
menghadapi anak
e. Motivasi
interinsik yang kuat
d. Pengalaman
yang menyenangkan atau tidak yang tidak menyenangkan
2. Perkembangan
disebabkan karena kematangan dan belajar/latihan
3. Semua
individu berbeda
4. Setiap
periode perkembangan mempunyai kekhususan
2.9. Pengertian
Kebutuhan Dasar Manusia
Setiap manusia mempunyai kebutuhan fisiologis, sosiologis, dan psikologis.
Dari tiga jenis kebutuhan itu ada yang sama untuk semua usia, (bersifat umum)
dan ada yang bersifat khas sesuai dengan usia perkembangan masing-masing
individu. Kebutuhan yang diinginkan oleh setiap manusia tanpa membedakan usia
inilah yang disebut kebutuhan dasar. Menurut Abraham Mashow (dalam Bill S.
Raksadjaya, 1981), suatu kebutuhan dinamakan “dasar” jika memenuhi lima syarat
sebagai berikut :
1. Apabila
yang dibutuhkan itu tidak ada, maka menimbulkan penyakit atau gangguan
2. Apabila
yang dibutuhkan itu ada atau terpenuhi, maka meneegah terjadinya penyakit
3. Apabila
seseorang mampu mengendalikan terpenuhinya kebutuhan ini, maka akan
menyembuhkan penyakit atau menghindrkan timbulnya gangguan
4. Dalam
beberapa situasi tertentu yang kompleks, kebutuhan ini lebih dipilih atau lebih
penting oleh orang yang berada dalam keadaan kekurangan dibanding dengan
kebutuhan yang lain
5. Kebutuhan
ini tidak begitu aktif atau tidak menonjol secara fungsional pada kondisi
normal atau sehat. Menurut Mashow orang yang dikatakan sehat adalah orang yang
prioritas kebutuhannya sudah berada pada pengembangan potensi atau aktualisasi
diri.
Pada bayi atau pada kehidupan manusia keeil, perilakunya didominasi oleh
kebutuhan-kebutuhan biologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan
diri.kebutuhan ini disebut defieiensy nedd artinya kebutuhan untuk pertumbuhan
dan memang diperlukan untuk tetap hidup (survival). Kemudian, pada masa
kehidupan berikutnya, muneul kebutuhan untuk mengembangkan diri. Berkembangnya
kebutuhan ini terjadi karena pengaruh faktor lingkungan dan faktor belajar ;
seperti kebutuhan akan cinta kasih, kebutuhan untuk memiliki (yang ditandai
berkembangnya “aku” manusia keeil), kebutuhan harga diri, kebutuhan akan
kebebasan, kebutuhan untuk berhasil, dan muneulnya kebutuhan untuk bersaing
dengan yang lain. kebutuhan-kebutuhan tersebut oleh Henry A. Murray (Lindgren,
1980:40) dinyatakan sebagai need for affiliation atau lazim disingkat n’Aff dan
need for aehievement sebagai n’Aeh, n’Aff ini oleh Earl Rogers dan Abraham H.
Maslow (1945) dikenal sebagai self aetualizing need. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan
diri ini ditanai oleh perkembangannya kemampuan mengekpresikan diri yaitu
menyatakan potensi yang dimilikinya menjadi lebih efektif dan kompeten.
Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri pada dasarnya merupakan perkembangan dari
kebutuhan-kebutuhan tingkat sebelumnya dan kebutuhan ini merupakan kebutuhan
tingkat tinggi, karena di dalamnya termasuk kebutuhan untuk berprestasi.
2.10. Jenis-Jenis
Kebutuhan Remaja
Kebutuhan remaja dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu kebutuhan fisik dan
psikologis.
Pertumbuhan fisik dan perkembangan sosial-psikologis di masa remaja pada dasarnya merupaka kelanjutan, yang dapat diartikan penyempurnaan, proses pertumbuhan, dan perkembangan dari proses sebelumnya. Seperti halnya pertumbuhan fisik yang ditandai dengan muneulnya tanda-tanda kelamin sekunder merupakan awal masa remaja sebagai indikator menuju tingkat kematangan fungsi seksual seseorang. Sekalipun diakui bahwa kebutuhan dalam pertumbuhan fisik dan kebutuhan sosial psikologis yang lebih menonjol. Bahwa antara kebutuhan keduanya (fisik dan psikologis) saling terkait. Oleh karena itu, pembagian yang memisahkan kebutuhan atas dasar kebutuhan fisik dan psikologis pada dasarnya sulit dilakukan secara tegas. Sebagai contoh, “makan” adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan fisik, akan tetapi pada jenjang masa remaja “makan dilakukan bersama dengan orang tertentu – orang lain”, “makan dengan mengikuti aturan atau norma” yang berlaku didalam budaya kehidupan masyarakat merupakan kebutuhan yang tidak hanya dikelompokkan sebagai kebutuhan fisik semata. Kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam kebutuhan sosial emosional.
Pertumbuhan fisik dan perkembangan sosial-psikologis di masa remaja pada dasarnya merupaka kelanjutan, yang dapat diartikan penyempurnaan, proses pertumbuhan, dan perkembangan dari proses sebelumnya. Seperti halnya pertumbuhan fisik yang ditandai dengan muneulnya tanda-tanda kelamin sekunder merupakan awal masa remaja sebagai indikator menuju tingkat kematangan fungsi seksual seseorang. Sekalipun diakui bahwa kebutuhan dalam pertumbuhan fisik dan kebutuhan sosial psikologis yang lebih menonjol. Bahwa antara kebutuhan keduanya (fisik dan psikologis) saling terkait. Oleh karena itu, pembagian yang memisahkan kebutuhan atas dasar kebutuhan fisik dan psikologis pada dasarnya sulit dilakukan secara tegas. Sebagai contoh, “makan” adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan fisik, akan tetapi pada jenjang masa remaja “makan dilakukan bersama dengan orang tertentu – orang lain”, “makan dengan mengikuti aturan atau norma” yang berlaku didalam budaya kehidupan masyarakat merupakan kebutuhan yang tidak hanya dikelompokkan sebagai kebutuhan fisik semata. Kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam kebutuhan sosial emosional.
Lima jenis kebutuhan menurut Maslow itu adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan “Fisiologis”
Kebutuhan yang mendapat prioritas utama yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan kondisi fisik, yang disebut “kebutuhan fisiologis”. Contoh dari kebutuhan ini adalah makan, minum, tempat tinggal, pemuasan seksual, udara segar, istirahat dan sebagainya.
Kebutuhan yang mendapat prioritas utama yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan kondisi fisik, yang disebut “kebutuhan fisiologis”. Contoh dari kebutuhan ini adalah makan, minum, tempat tinggal, pemuasan seksual, udara segar, istirahat dan sebagainya.
2. Kebutuhan “Rasa Aman dan Tentram”
Kebutuhan rasa aman dan terbtram (safety and seeurity) ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga bersifat psikis misalnya terbebas dari gangguan dan aneaman serta permasalahan yang dapat mengganggu ketenangan hidup seseorang
Kebutuhan rasa aman dan terbtram (safety and seeurity) ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga bersifat psikis misalnya terbebas dari gangguan dan aneaman serta permasalahan yang dapat mengganggu ketenangan hidup seseorang
3. Kebutuhan akan “Cinta dan rasa
memiliki”
Kebutuhan ini (love and belongingness) diaktualisasikan dalam bentuk : (1) perasaan duterima oleh orang lain, (2) merasa bahwa dirinya penting, (3) diikut sertakan dalam kehidupan kelompok.
Kebutuhan ini (love and belongingness) diaktualisasikan dalam bentuk : (1) perasaan duterima oleh orang lain, (2) merasa bahwa dirinya penting, (3) diikut sertakan dalam kehidupan kelompok.
4. Kebutuhan “harga diri”
Menurut Elida Prayitno (2006:31) kebutuhan psikologis remaja dibagai atas, sebagai berikut :
a) Kebutuhan mendapat status
Remaja membutuhkan perasaan bahwa dirinya berguna, penting, dibutuhkan orang lain atau memiliki kebanggaan terhadap dirinya sendiri. Remaja butuh kebanggaan untuk dikenal dan diterima sebagai individu yang berarti dalam kelompok teman sebayanya.
Penerimaan dan dibanggakan oleh kelompok sangat penting bagi remaja dalam meneari kepereayaan diri dan kemandirian sebagai persiapan awal untuk menempuh kehidupan pada periode dewasa.
b) Kebutuhan kemandirian
Remaja ingin lepas dari pembatasan atau aturan orang tua dan mencoba mengarahkan atau mendisiplinkan diri sendiri. Remaja ingin bebas dari tingkah laku orang tuanya yang terlalu meneampuri kegiatannya. Remaja ingin mengatur kehidupannya sendiri.
e) Kebutuhan berprestasi
Remaja ingin dirinya dihargai dan dibanggakan atas usaha dan prestasinya dalam belajar.
d) Kebutuhan diakrab
Remaja butuh ide atau pemikirannya, kebutuhan atau masalahnya didengarkan dan ditanggapi secara akrab (penuh perhatian) oleh orang tua, guru, dan teman sebayanya.
e) Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup
Remaja butuh pegangan hidup mengenai kebenaran agar mereka memiliki kepribadian yang stabil dan terintegrasi.
Menurut Elida Prayitno (2006:31) kebutuhan psikologis remaja dibagai atas, sebagai berikut :
a) Kebutuhan mendapat status
Remaja membutuhkan perasaan bahwa dirinya berguna, penting, dibutuhkan orang lain atau memiliki kebanggaan terhadap dirinya sendiri. Remaja butuh kebanggaan untuk dikenal dan diterima sebagai individu yang berarti dalam kelompok teman sebayanya.
Penerimaan dan dibanggakan oleh kelompok sangat penting bagi remaja dalam meneari kepereayaan diri dan kemandirian sebagai persiapan awal untuk menempuh kehidupan pada periode dewasa.
b) Kebutuhan kemandirian
Remaja ingin lepas dari pembatasan atau aturan orang tua dan mencoba mengarahkan atau mendisiplinkan diri sendiri. Remaja ingin bebas dari tingkah laku orang tuanya yang terlalu meneampuri kegiatannya. Remaja ingin mengatur kehidupannya sendiri.
e) Kebutuhan berprestasi
Remaja ingin dirinya dihargai dan dibanggakan atas usaha dan prestasinya dalam belajar.
d) Kebutuhan diakrab
Remaja butuh ide atau pemikirannya, kebutuhan atau masalahnya didengarkan dan ditanggapi secara akrab (penuh perhatian) oleh orang tua, guru, dan teman sebayanya.
e) Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup
Remaja butuh pegangan hidup mengenai kebenaran agar mereka memiliki kepribadian yang stabil dan terintegrasi.
Jumhur dan Moh.Surya (1975) mengemukakan bahwa tingkah laku
individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan
belajar disekolah pada hakekatnya merupakan manifestasi pemenuhan kebutuhan
tersebut. Dengan kata lain dapat ditentukan bahwa individu bertingkah laku karena
didorong untuk memenuhi kebutuhannya. Sehubungan dengan itu Jamhur dan
Moh. Surya juga merumuskan kebutuhan sosial-psikologis bagi setiap
manusia, sebagai berikut :
1. Kebutuhan
memperoleh kasih sayang
2. Kebutuhan
untuk memperoleh harga diri
3. Kebutuhan
untuk memperoleh penghargaan yang sama dengan orang lain
4. Kebutuhan
untuk ingin dikenal
5. Kebutuhan
memperoleh prestasi dan posisi
6. Kebutuhan
untuk merasa dibutuhkan oleh orang lain
7. Kebutuhan
merasa bagian dari kelompok
8. Kebutuhan
rasa aman dan perlindungan diri
9. Kebutuhan
untuk memperoleh kemerdekaan
2.11. Permasalahan
Perkembangan Jika Kebutuhan Tidak Terpenuhi
Beberapa masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan
kebutuhan-kebutuhannya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Upaya
untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanak-kanakan menjadi sikap dan
perilaku dewasa, tidak semuanya dapat dengan mudah dicapai baik oleh remaja
laki-laki maupun perempuan. Pada masa ini remaja menghadapi tugas-tugas dalam
perubahan sikap dan perilaku yang besar, sedang di lain pihak harapan
ditumpukan pada remaja muda untuk dapat meletakkan dasar-dasar bagi pembentukan
sikap dan pola perilaku. Kegagalan dalam mengatasi ketidakpuasan ini dapat
mengakibatkan menurunnya harga diri, dan akibat lebih lanjut dapat menjadikan
remaja bersikap keras dan agresif atau sebaliknya bersikap tidak pereaya diri,
pendiam atau kurang harga diri.
2. Seringkali
para remaja mengalami kesulitan untuk menerima prubahan-perubahan fisiknya.
Hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya. Hal ini disebabkan
pertumbuhan tubuhnya diras kurang serasi. Ketidalserasian proporsi tubuh ini
sering menimbulkan kejengkelan, karena ia (mereka) sulit untuk mendapatkan
pakaian yang pantas, juga hal itu tampak pada gerakan atau perilaku yang
kelihatannya wagu dan tidak pantas.
3. Perkembangan
fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebingungan remaja untuk
memahaminya, sehingga sering terjadi salah tingkah dan perilaku yang menentang
norma. Pandangannya terhadap sebaya lain jenis kelamin dapat menimbulkan
kesulitan dalam pergaulan. Bagi remaja laki-laki dapat menyebabkan berperilaku
“menentang norma” dan bagi remaja perempuan akan berperilaku “mengurung diri”
atau menjauhi pergaulan dengan sebaya lain jenis. Apabila kematangan seksual
itu tidak mendapatkan arahan atau penyaluran yang tepat dapat berakibat
negatif.
4. Dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja yang terlalu mendambakan kemandirian,
dalam arti menilai dirinya eukup mampu untuk mengatasi problema kehidupan,
kebanyakan akan menghadapi berbagai masalah, terutama masalah penyesuaian
emosional, seperti perilaku yang over acting, “lancang”, dan semacamnya.
5. Harapan-harapan
untuk dapat berdiri sendiri dan untuk hidup mandiri secara sosial ekonomis akan
berkaitan dengan berbagai masalah untuk menetapkan pilihan jenis pekerjaan dan
jenis pendidikan. Penyesuaian sosial merupakansalah satu yang sangat sulit
dihadapi oleh remaja. Mereka bukan saja harus menghadapi satu arah kehidupan,
yaitu keragaman norma dalam kehidupan bersama dalam masyarakat, tetapi juga
norma baru dalam kehidupan sebaya remaja dan kuatnya pengaruh kelompok sebaya.
6. Berbagai
norma dan nilai yang berlaku di dalam hidup masyarakat merupakan masalah
tersendiri bagi remaja; sedang di pihak remaja merasa memiliki nilai dan norma
kehidupannya menghadapi perbedaan nilai dan norma kehidupan. Menghadapi
perbedaan norma ini merupakan kesulitan tersendiri bagi kehidupan remaja.
Seringkali perbedaan norma yang berlaku dan norma yang dianutnya menimbulkan
perilaku yang menyebabkan dirinya dikatakan “nakal”
Apabila ada kebutuhan remaja yang tidak terpenuhi maka akan terjadi perilaku menyimpang, dan dapat merugikan bagi diri remaja itu sendiri maupun orang lain.
Hardy &, 1974; Kugelmann, 1973, (dalam Elida Prayitno; 2000) berpendapat bahwa apabila kebutuhan remaja itu tidak terpenuhi akan timbul perasaan keeewa atau frustasi. Perasaan konflik dan keeewa dapat dipastikan terjadi pada siswa remaja yang berupaya untuk mencapai dua tujuan yang bertentangan.
Blair & Stewar (dalam Elida Prayitno; 2006) mengemukakan bahwa siswa remaja yang kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi dapat melakukan tingkah laku mempertahankan diri seperti tingkah laku agresif, kompensasi, identifikasi, rasionalisme, proyeksi, pembentukan reaksi, egosentris, menarik diri, dan gangguan pertumbuhan fisik.
2.11. Usaha-Usaha
Memenuhi Kebutuhan Remaja
Lingkungan keluarga mempunyai peranan penting dalam membantu siswa
mengarahkan sikap dan perilaku remaja untuk mencapai pemenuhan kebutuhan yang
diharapkan. Di samping keluarga, pihak sekolah juga memiliki sumbangan yang
besar dalam memenuhi kebutuhan remaja. Untuk itu perlu adanya berbagai usaha
dari orang tua/ keluarga maupun sekolah untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan
(sosial-psikologis), sehingga tidak terjadi timbulnya perilaku menyimpang. Di
antara usaha yang dapat dilakukan oleh orang tua dan sekolah adalah :
a. Meningkatkan
iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. Memberikan
bimbingan kepada remaja untuk mencapai cita-citanya dengan penuh kasih saying
c. Memberikan
contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat dijadikan sebagi
model bagi remaja untuk diidentifikasi dalam kehidupannya, sesuai dengan peran jenis
kelaminnya masing-masing.
d. Memberikan
fasilitas kepada remaja untuk mengembangkan potensi yang dimiliki kcarah
positif dan bermanfaat bagi remaja itu sendiri
e. Menghargai
dan memperlakukan remaja sebagai individu yang sedang berkembang menuju kedewasaannya
f. Membantu
remaja dalam mengatasi problem-problem yang sedang dialami, agar tidak
menimbulkan dampak negatif dalam kehidupannya
g. Mengikutsertakan
remaja dalam mengatasi masalah (keluarga, sekolah) yang memerlukan pemeeahan
sesuai dengan batas-batas kemampuannya
h. Sekolah
perlu melakukan berbagai kegiatan kelompok sebagai sarana untuk mengembangkan
sifat kebersamaan dan memenuhikebutuhan diikutsertakannya dalam kelompok
i. Membimbing
dan memberi kesempatan untuk berprestasi melalui berbagai kegiatan ko-kurikuler
maupun ekstra kurikuler.
Menurut Elida Prayitno (2006:35) usaha yang dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan remaja adalah sebagai berikut :
1. Usaha
untuk memenuhi kebutuhan mendapatkan status
a. Mengembangkan
bakat khusus remaja dengan berbagai rangsangan dan menghargai prestasi mereka
b. Menghindari
pemberian motivasi dengan membandingkan remaja secara individu baik dalam
prestasi akademis maupun bakat khusus
e. Tidak
menuntut remaja berprestasi sama, walaupun waktu guru dan metode belajar yang
sama
2. Memenuhi
kebutuhan mandiri
a. Memotivasi
remaja membuat reneana/ program untuk pengembangan bakat atau potensi mereka
b. Membantu
pengambangan bakat/ potensi remaja sesuai perencanaan program
c. Memberi
kesempatan remaja untuk mengemukakan ide-ide, mengambil keputusan, membentuk
kelompok, memilih jurusan, dan program pengembangan bakat
d. Memberi
penghargaan atau penguatan kepada kelompok remaja
3. Memenuhi
kebutuhan berprestasi
a. Memberikan
penilaian, kalau siswa telah menguasai bahan yang dipelajarinya
b. Memotivasi
dengan cara membandingkan rata-rata kelas atau prestasi siswa secara
keseluruhan dengan prestasi siswa dalam kelas yang sama
c. Membantu
siswa mengembangkan bakat-bakat khusus
4. Memenuhi
kebutuhan untuk diakrabi
a. Membina kedekatan psikologis dengan remaja
b. Selalu bekerjasama dalam berbagai kesempatan
a. Membina kedekatan psikologis dengan remaja
b. Selalu bekerjasama dalam berbagai kesempatan
5. Memenuhi
kebutuhan filsafat hidup
a. Memenuhi
informasi tentang nilai kebenaran dalam kehidupan
b. Menjadikan
guru dan reman mereka sebagai model (dapat dijadikan teladan)
c. Melakukan
bimbingan dan konseling kelompok atau individual untuk membentuk keyakinan dan
keterampilan memeeahkan masalah kehidupan dengan cara-cara yang bernilai moral
dan kebenaran.
BAB III
PERTUMBUHAN FISIK
3.1 Penyebab
Perubahan
Penyebab perubahan pada masa remaja adalah adanya dua kelenjar yang menjadi
aktif bekerja dalam sisitem endokrin. Pituitari yang terletak didasar otak
mengeluarkan dua maeam hormon yang diduga erat ada hubungannya dengan perubahan
pada masa remaja. Kedua hormon itu adalah hormon pertumbuhan yang menyebabkan
terjadinya perubahan ukuran tubuh dan hormon gonadotropik atau sering disebut
hormon yang merangsang gonad – yaitu merangsang gonad agar mulai aktif bekerja.
Tidak berapa lama sebelum saat remaja dimulai, kedua hormon ini sudah mulai
diproduksi dan pada saat remaja semakin banyak dihasilkan. Seluruh proses ini
dikendalikan oleh perubahan yang terjadi dalam kelenjar endokrin. Kelenjar ini
diaktifkan oleh rangsangan yang dilakukan kelenjar hypothalamus, yaitu kelenjar
yang dikenal sebagai kelenjar untuk merangsang pertumbuhan pada saat remaja dan
terletak di otak.
Adapun perubahan-perubahan fisik yang penting dan yang terjadi pada masa
remaja ialah:
1. Perubahan
ukuran tubuh
2. Perubahan
proporsi tubuh
3. Ciri
kelamin yang utama (alat kelamin yang utama masih belum berkembang dengan
sempurna)
4. ciri
kelamin kedua
Urutan dan irama pertumbuhan fisik antara laki-laki dan perempuan tidak
sama, yaitu pada wanita 2 tahun lebih eepat dewasa daripada laki-laki.
Beberapa faktor yang berpengeruh terhadap pertumbuhan fisik ini adalah:
a. Faktor
keluarga, yaitu meliputi faktor keturunan dan lingkungan keluarga.
b. Faktor
gizi, yang erat hubungannya dengan kondisi sosial ekonomi keluarga
c. Faktor
emosional
yang
bertalian dengan gangguan emosional yang dialami selama perkembangannya
d. Faktor
jenis kelamin
di
mana laki-laki eenderung memiliki ukuran tubuh lebih tinggi dan lebih berat
dibandingkan wanita
e. Faktor
kesehatan
anak
yang sehat dan jarang sakit, biasanya akan memiliki tubuh yang lebih berat
daripada anak yang sering sakit
Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan merupakan
gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan-perubahan ini meliputi:
perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, mueulnya ciri-ciri kelamin
yang utama (primer) dan ciri kelamin kedua (sekunder).
Menurut Muss yang dikutip oleh Sarlito Wirawan (Sarlito, 1991:51) urutan perubahan-perubahan fisik adalah sebagai berikut:
Menurut Muss yang dikutip oleh Sarlito Wirawan (Sarlito, 1991:51) urutan perubahan-perubahan fisik adalah sebagai berikut:
Pada anak perempuan:
· Pertumbuhan
tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang).
· Pertumbuhan
payudara.
· Tumbuh
bulu yang halus berwarna gelap dikemaluan.
· Mencapai
pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya.
· Bulu
kemaluan menjadi keriting.
· Menstruasi
atau haid.
· Tumbuh
bulu-bulu ketiak.
Pada anak laki-laki:
· Pertumbuhan
tulang-tulang.
· Testis
(buah pelir) membesar.
· Tumbuh
bulu kemaluan yang halus, lurus dan berwarna gelap.
· Awal
perubahan suara.
· Ejakulasi
(keluarnya air mani)
· Bulu
kemaluan menjadi keriting.
· Pertumbuhan
tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya.
· Tumbuh
rambut-rambut halus diwajah (kumis, jenggot).
· Tumbuh
bulu ketiak.
· Akhir
perubahan suara.
· Rambut-rambut
di wajah bertambah tebal dan gelap.
· Tumbuh
bulu di dada.
Perubahan fisik sepanjang masa remaja meliputi dua hal, yaitu:
1. Pereepatan
Pertumbuhan
2. Proses
kematangan seksual
2.2. Keanekaragaman
Perubahan Proporsi Tubuh
Walaupun tampak adanya keteraturan dan sebelumnya dalam hal perubahan
proporsi tubuh, ternyta perubahan itu sendiri memperlihatkan keanekaragaman.
Sekalipun demikian dalam kelompok anak laki-laki dan perempuan juga terdapat perbedaan, sehingga tidak dapat dikatakan harus selalu tepat sama. Pada kelompok anak laki-laki mungkin saja ada yang memperlihatkan bentuk tubuh ektomorf atau endomorf dan sebaliknya pada anak perempuan ada yang tubuhnya berberntuk mesomorf. Kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak, antara lain adalah:
Sekalipun demikian dalam kelompok anak laki-laki dan perempuan juga terdapat perbedaan, sehingga tidak dapat dikatakan harus selalu tepat sama. Pada kelompok anak laki-laki mungkin saja ada yang memperlihatkan bentuk tubuh ektomorf atau endomorf dan sebaliknya pada anak perempuan ada yang tubuhnya berberntuk mesomorf. Kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak, antara lain adalah:
1. Pengaruh
keluarga
2. Pengaruh
gizi
3. Gangguan
emosional
4. Jenis
kelamin
5. Status
sosial ekonomi
6. Kesehatan
7. Pengaruh
bentuk tubuh
Perubahan-perubahan fisik itu, menyebabkan kecanggunagan bagi remaja karena
ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya
sendiri. Pertumbuhan badan yang meneolok misalnya, atau pembesaran payudara
yang eepat, membuat remaja merasa tersisih dari teman-temannya. Demikian pula
dalam menghadapi haid dan ”mimpi” yang pertama, anak-anak remaja itu perlu
mengadakan penyesuaian tingkah laku yang tidak ada dukungan dari orang tua.
Meskipun pengaruh pubertas terhadap anak-anak berbeda-beda, cara mereka
melampiaskan gangguan ketidakseimbangan tampaknya sama. Beberapa bentuk
pelampiasan yang dapat terlihat adalah mudah tersinggung, tidak dapat diikuti
jalan pemikirannya ataupun perasaannya, ada keeendrungan menarik diri dari
keluarga atau teman, lebih senang menyendiri, menentang kewenangan (misalnya
orang tua dan guru).
Dalam masa remaja, perubahan yang terjadi sangat meneolok dan jelas
sehingga dapat menggangu keseimbangan yang sebelumnya sudah terbentuk. Perilaku
mereka mendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak melawan norma sosial
yang berlaku. Oleh karena itu, masa ini seringkali dinamakan sebagai ”masa
negatif”. Pada saat irama pertumbuhan sudah sedikit lambat dan perubahan
tubuhnya telah sempurna, maka akan terjadi keseimbangan kembal
BAB IV
PERKEMBANGAN INTELEK,
SOSIAL DAN BAHASA
4.1 Perkembangan
Intelek
Menurut Mahfudin Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa “intelek” adalah akal
budi atau inteligensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari
rposes berfikir. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang yang intelligent adalah
orang yang dapat menyelesaikan persoalan dalam waktu yang lebih singkat,
memahami masalahnya lebih eepat dan eermat, serta mampu bertindak eepat.
Beberapa aspek.perkembangan intelektual pada usia kanak-kanak
1. Perkembangan Kognitif: Tahap Operasi Konkret Piaget
Menurut Piaget, kadang-kadang anak usia antara 5.- 7 tahun memasuki tahap operasi konkret (eonerete operations), yaitu pada waktu anak dapat berpikir secara logis mengenai segala sesuatu. Pada umumnya mereka pada tahap ini berusia sampai kira-kira 11 tahun.
1. Perkembangan Kognitif: Tahap Operasi Konkret Piaget
Menurut Piaget, kadang-kadang anak usia antara 5.- 7 tahun memasuki tahap operasi konkret (eonerete operations), yaitu pada waktu anak dapat berpikir secara logis mengenai segala sesuatu. Pada umumnya mereka pada tahap ini berusia sampai kira-kira 11 tahun.
2.Berpikir Opernsional
Menurut Piaget pada tahap ketiga, anak-anak mampn berpikir operasional: mereka dapat mempergunakan berbagai simbol, melakukan berbagai bentuk operasional, yaitu kemampuan aktivitas mental sebagai kebalikan dari aktivitas jasmani yang merupakan dasar untuk mulai berpikir dalam aktivitasnya. Walaupun anak-anak yang preoperasional dapat membuat pernyataan mental tentang oby’sk dan kejadian-kejadian sekelipun tidak dapat dalam seketika, cara helajar mereka masih terikat pada pengalaman fisik. Anak-anak yang ada pida tahap operasional konkret lebih baik daripada anak-anak yang preoperasioial dalam mengadakan klasifikasi, bekerja dengan angka-angka. mengetahui konsep-konsep waktu dan ruang,
dan dapat membedakan antara kenyataan dengan hal-hal yang bersifat fantasi.
Karena pada dewasa ini anak-anak berkurang sifat egoisnya, dan anak-anak pada tahapan operasi konkret lebih bersifat,kritis mereka lebih banyak dapat mempertimbangkan suatu siruasi daripada hanya memfokuskan pada suatu aspek, sebagairnana yang mereka lakukan pada preoperasiorial. Mereka sadar bahwa pada umumnya berbagai operas! fisiK dapat diganti. Peningkatan kemapanan mereka untuk mengeni terhadap orang lain dapat mendorong untuk berkomunikasi lebih efektif dan dapat berpikir lebih fleksibel.
Akan tetapi anak-anak usia sekolah lebih dapat berpikir secara logik daripada waktu mereka masih muda, cara berpikir mereka’masih terikat pada kenyataan atau kejadian pada waktu sekarang, artinya terikat pada hal-hal yang sedang dihadapi saja.
Menurut Piaget kordisi semaeam ini berlaku jampai pada tahap berbagai operasi formal, di mana biasanya sampai pada tahap remaja, anak-anak mampu berpikir secara abstrak, tes hipotesis, dan mengerti tentang kemungkinan (probabilitas).
3. Konservasi
Konservasi adalah salah satu kemampuan yang penting yang dapat mengembangkan berbagai operasi pada tahap konkret. Dengan kata lain konservasi adalah kemampuan untuk mengenal atau mengetahui bahwa dua bilangan yang sama akan tetap sama dalam substansi berat atau volume selama tidak ditambah atau dikurangi.
Dalam suatu tugas konservasi tertentu, Stay menunjukkan dua bola dari tana’i Mat. Dia setuju bahwa bola tersebut mem.ang sama. Dia mengatakan bahwa substansi konservasi tersebut sekalipun bola yang satu digelindingkan, keadaannya tetap tidak berubah, artinya jumlah bola tersebut tetap sama. Dalam konservasi berat, dia juga mengetahui bahwa berat bola tersebut tetap sama sekalipun dipanaskan, demikian pula apabila bola tersebut dimasukkan ke dalam air, beratnya akan tetap sama.
Anak-anak mengembangkan perbedaan berbagai tipe (bentuk) konservasi dalam waktu yang berbeda. Pada usia 6 atau 7 tahun mereka dapat mengkonservasi substansi pada usia 9 atau 10 rr.ampu mengkonservasi berat; dan pada usia 11 atau 12 mengkonservasi volume. Pada dasarnya ketiga jenis konservasi tersebut adalah identik, akan tetapi anak-anak belum mampu mentransfer apa yang mereka telah pelajari yaitu mengkonservasi satu tipe (bentuk) kepada bentuk lain yang berbeda. Dalam luibungan ini kita dapat meliha; bahwa berbagai alasan anak-anak tersebut tetap sarna dalam tahap konkret. Sebab kondisi tersebut masih tetap terikat pada situasi tertentu sehingga anak tidak dapat mengaplikasikan operasi dasar mental yang sama pada situasi yang berlainan.
Konservasi adalah salah satu kemampuan yang penting yang dapat mengembangkan berbagai operasi pada tahap konkret. Dengan kata lain konservasi adalah kemampuan untuk mengenal atau mengetahui bahwa dua bilangan yang sama akan tetap sama dalam substansi berat atau volume selama tidak ditambah atau dikurangi.
Dalam suatu tugas konservasi tertentu, Stay menunjukkan dua bola dari tana’i Mat. Dia setuju bahwa bola tersebut mem.ang sama. Dia mengatakan bahwa substansi konservasi tersebut sekalipun bola yang satu digelindingkan, keadaannya tetap tidak berubah, artinya jumlah bola tersebut tetap sama. Dalam konservasi berat, dia juga mengetahui bahwa berat bola tersebut tetap sama sekalipun dipanaskan, demikian pula apabila bola tersebut dimasukkan ke dalam air, beratnya akan tetap sama.
Anak-anak mengembangkan perbedaan berbagai tipe (bentuk) konservasi dalam waktu yang berbeda. Pada usia 6 atau 7 tahun mereka dapat mengkonservasi substansi pada usia 9 atau 10 rr.ampu mengkonservasi berat; dan pada usia 11 atau 12 mengkonservasi volume. Pada dasarnya ketiga jenis konservasi tersebut adalah identik, akan tetapi anak-anak belum mampu mentransfer apa yang mereka telah pelajari yaitu mengkonservasi satu tipe (bentuk) kepada bentuk lain yang berbeda. Dalam luibungan ini kita dapat meliha; bahwa berbagai alasan anak-anak tersebut tetap sarna dalam tahap konkret. Sebab kondisi tersebut masih tetap terikat pada situasi tertentu sehingga anak tidak dapat mengaplikasikan operasi dasar mental yang sama pada situasi yang berlainan.
4. Bagaimana konservasi dikembangkan
Pada umumnya anak-anak bergerr.k dengan melalui tiga tahapan dalam menguasai konservasi sebagaimana dikenukakan di atas.
Pada tahap pertama, anak-anak preoperasional gagal mengkonservasi. Mereka memusatkan perhatian pada sntu aspek dalam sit’iasi tertentu. Mereka belum mengerti bahwa tempat prnyimpanan bola dapat diisi dengan bola lebih dari satu. Sebab anak-anak pr?operasional tidak mengerti tentnng konsep perubalian, mereka tidak mengetahui dan tidak mengerti bahwa • mereka dapat merubah sesuatu, misalnya dengan menggerakkan suatu benda (bola) tanpa inerubah bentuknya.
Pada umumnya anak-anak bergerr.k dengan melalui tiga tahapan dalam menguasai konservasi sebagaimana dikenukakan di atas.
Pada tahap pertama, anak-anak preoperasional gagal mengkonservasi. Mereka memusatkan perhatian pada sntu aspek dalam sit’iasi tertentu. Mereka belum mengerti bahwa tempat prnyimpanan bola dapat diisi dengan bola lebih dari satu. Sebab anak-anak pr?operasional tidak mengerti tentnng konsep perubalian, mereka tidak mengetahui dan tidak mengerti bahwa • mereka dapat merubah sesuatu, misalnya dengan menggerakkan suatu benda (bola) tanpa inerubah bentuknya.
Pada tahap kedua, merupakan trausisional. Anak-anak kembali pada kondisi
bahwa kadang-kadang mengadakan konservasi namun kadang-kadang tidak
melakukannya. Mereka lebih banyak memperhatikan berbagai ha! dan tidak terpaku
pada satu aspek saja dalam situasi tertentu, seperti berat, lebar. panjang, dan
tebal akan tetapi mereka gagal mengetahui sebagaimana berbagai dimensi tersebut
berhubungan satu sarna lain. Pada tahap ketiga, yaitu tahap terakhir, anak-anak
dapat mengkonservasi dan dapat memberikan alasan secara logis atas jawaban yang
mereka berikan. Alasan-alasan tersebut mengaeu pada perubahan, identitas, atau
kompensasi. Jadi anak-annk pada opernsional konkret menunjukkan snatii kualitas
konitif lebih lanjut daripada anak-annk preoperasional. Mereka dapat berpikir
lebih luas dan peduli pada berbagai transformasi yang hanya merupakan persepsi.
Piaget menekankan bahwa perkembangan kemampuan anak-anak untuk
mengkonservasi akan lebih baik apabila secara nalar telah eukup matang. Piaget
berpendapat bahwa konservasi hanya sedikit sekali dapat dipengaruhi oleh
pengalaman. Sekalipun demikian terdapat faktor-faktor lain dari kematangan yang
dapat mempengaruhi konservasi. Anak-anak yang belajar konservasi sejak dini
akan mampu mencapai tingkat yang lebih dalam hal: IQ, kemampuan verbal dan
tidak didominasi oleh ibunya (Almy, Ehitenden & Miller,1966; Goldsmid &
Bentler, 1968).
INTELEGENSI
Menurut William Stern, salah seorang pelopor dalam penelitian inteligensi,
menyatakan inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat
alat-alat bantu dan pikiran guna dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap
tuntutan-tuntutan baru (Kartini Kartono, 1984). Sedangkan Leis Hedison Terman
berpendapat bahwa inteligensi adalah kesanggupan untuk belajar secara abstrak
(Patty F, 1981).
Tahap Perkembangan Intelek
1. Tahap
Sensoris – Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada anak berada dalam suatu masa
pertumbuhan yang ditandai oleh keeenderungan-keeenderungan sensori-motoris yang
sangat jelas. Segala perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan
aspek sensori-motoris tersebut.
4.2 Perkembangan
Sosial
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan
pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula
diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak
diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang
dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam
bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan
anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku
sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih
sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa :
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling
membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang
didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur,
kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial
juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semamin bertambah usia anak
maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin
membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan
manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki
oleh manusia.
4.3. Bentuk – Bentuk Tingkah laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam
bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1. Pembangkangan
(Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi
terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak
sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muneul pada usia 18 bulan
dan mencapai puneaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat
hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda
mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya,
sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap
dependent menuju kcarah independent.
2. Agresi
(Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata
(verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa
keeewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini
diwujudkan dengan menyerang seperti ; meneubut, menggigit, menendang dan lain
sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan
cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak
yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih
(Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap
atau perilaku anak lain.
4. Menggoda
(Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan
serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau
eemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5. Persaingan
(Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang
lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestiee
dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6. Kerja
sama (Eooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada
usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap
ini semakin berkembang dengan baik.
7.
Tingkah laku berkuasa (Aseendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau
bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh,
menganeam dan sebagainya.
8. Mementingkan
diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
9. Simpati
(Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian
terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
4.4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Sosial Anak
Perkembangan sosial anak dipengaruhi
beberapa faktor yaitu :
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan
tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi
sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian
anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi
dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2. Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan
psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima
nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping
itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3. Status
Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga
dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang
telah ditanamkan oleh keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan
warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang
akan datang.
5. Kapasitas
Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memeeahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi
perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan
intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika
perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan
perkembangan sosial anak.
4.5. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap
Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang
lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah
kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil
pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang
menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang
tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan
kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya
menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1. Cita-cita
dan idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa
memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang
mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2.
Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain
daalm penilaiannya. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan
serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang
dan diakhir masa remaja sudah sangat keeil rasa egonya sehingga mereka dapat
bergaul dengan baik
4.6 Perkembangan
Bahasan
Setiap manusia mengawali komunikasinya
dengan dunia sekitarnya melalui bahasa tangis. Melaltii bahasa tersebut seorang
bayi mengkomunikasikan segala kebutuhan dan keinginannya. Sejalan dengan
perkembangan kemampuan serta kematangan jasmani terutama yang bertalian dengan
proses bicara, komunikasi tersebut makin meningkat dan meluas, misalnya dengan
orang di sekitarnya lingkungan dan berkembang dengan orang lain yang baru
dikenal dan bersahabat dengannya.
Terdapat perbedaan yang signifikan
antara pengertian bahasa dan berbicara. Bahasa meneakup segala bentuk
komunikasi, baik yang’diutarakan dalam bentuk lisan. tulisan, bahasa isyarat,
bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah pantomim atau seni. Sedangkan bicara adalah
bahasa lisan yang merupakan bentuk yang paling efektif untuk berkomunikasi, dan
paling penting serta paling banyak dipergunakan. Perkembangan bahasa tersebut
selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak. Orang tua sebaiknya
selalu memperhatikan perkernbangan tersebtit, sebab pada masa ini, sangat
menentukan proses belajar.
Hal ini dapat. dilakukan dengan memberi
contoh yang baik, memberikan motivasi pada anak untuk belajar dan sebagainya.
Orang tua sangat bertanggung jawab alas kesuksesan belajar anak dan seyogianya
selalu berusaha meningkatkan potensi anak agar dapat berkembang secara
maksimal. Pada gilirannya anak akan dapat berkembang dan tumbuh menjadi pribadi
yang bahagia karena dengan muelali berkomunikasi dengan lingkungan, bersedia memberi
dan menerima segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.
Bahasa adalah segala bentuk komunikasi
di mana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan agar dapat menyampaikan
arti kepada orang lain. Oleh karera itu, perkembangan bahasa dimulai dari
tangisan pertama sampai anak mampu bertutur kata. Perkembangan bahasa terbagi
atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-1 tahun) dan Linguistik
(1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah mulai srat anak mengueapkan kata
kata yang, pertama. Yang merupakan saat paling meiiakjubkan bagi orang tua.
Periode linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:
1. Fase
satu kata atau Holofrase
Pada fase ini anak mempergunakan satu
kata untuk menyatakan pikiran yang kornpleks, baik yang berupa keinginan,
perasaan atau temuannya tanpa perbedaan yang jelas. Misalnya kata duduk, bag:
anak dapat berarti “saya mau duduk”, atau kursi tempat duduk, dapat juga
berarti “mama sedang duduk”. Orang tua baru dapat mengerti dan memahami apa
yang dimaksudkan oleh anak tersebut, apabila kiia tahu dalam konteks apa kata
tersrbut diueapkan, sambil mengamati mimik (ruut muka) gerak serta bahasa tubuh
lainnya. Pada umumnya kata pertama yang diurapkan oleh anak adalah kata benda,
setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.
2. Fase lebih dari satu kata
Fase dua kata muneul pada anak berusia
sekkar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat membuat kalimat sederhana yang
terdiri dari dua kata. Kalimat tersebut kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat
dan predikat, kadang-kadang pokok kalimat dengan obyek dengan tata bahasa yang
tidak benar. Setelah dua kata, muneullah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh
empat kata dan seterusnya. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak
tidak lagi egosentris, dari dan uniuk dirinya sendiri. Mulailah mengadakan
komunikasi dengan orang lain secara lanear. Orang tua mulai melakukan tanya
jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai dapat bereerita dengan
kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana.
3. Fase
ketiga adalah fase diferensiasi
Periode terakhir dari masa balita yang
berlangsung antara usia dua setengah sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam
berbicara mulai lanear dan berkembang pesat. Dalam berbicara anak buKan saja
menambah kosakatanya yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu mengueapkan
kata demi kata sesuai dengan jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan
kata kerja. Anak telah mampu mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk
menyebut dirinya, mampu mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran
dan berkomunikasi lebih lanear lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat
mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah, member! tahu dan bentuk-bentuk
kalimat lain yang umum untuk satu pembicaraan “gaya” dewasa.
a. Bahasa
Tubuh
Sebagaimana telah dikemukakan di atas
bahwa salah satu jenis bahasa adalah bahasa tubuh. Bahasa tubnh adalah cara
seseorang berkomunikasi dengan mempergunakan bagian-bagian dari tubuh, yaitu
melalui gerak isyarat, ekspresi wajah. sikap tubuh, langkah serta gaya tersebut
pada umumnya disebut bahasa tubuh. Bahasa tubuh sering kali dilakukan tanpa
disadari. Sebagaimana fun^si bahasa Iain, bahasa tubuh juga merupakan ungkapan
komunikari anak yang paling nyata, knrena merupakan ekspresi perasaan serta
keinginan mereka terhadap orang lain, misalnya terhadap orang tua (ayah dan
ibu) saudara dan orang lain yang d.ipat mememihi atau mengerti akan pikiran
anak. Melalui bahasa tubuh anak, orang tua dapat mtmpelnjari apaknh anaknya
menangis knrena lapar, sakit, kesepian atau bosan pada waklu tertentu.
b. Bicara
Bicara merupakan salah satu alat
komunikasi yang paling efektif. Semenjak anak masih bayi string kali menyadari
bahwa dengan mempergunakan bahasa tubuh dapat terpenuhi kebutuhannya. Namun hal
tersebut kurang mengerti apa yang dimaksud oleh anak. Oleh karena itu baik bayi
maupun anak keeil stlalu berusaha agar orang lain mengerti maksudnya. Hal ini
yang mendorong orang untuk belajar berbicara dan membuktikan bahwa berbicara
merupakan alat komunikasi yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk-bentuk
komunikasi yang lain yang .dipakai anak sebelum pandai berbicara. Oleh karena
bagi anak bicara tidak sekedar merupakan prestasi akan tetapi juga birfungsi
nntuk meneapni tujuannya, misalnya:
1) Sebagai
pemuas kebutuhan dan keinginan
Dengan berbicara anak mudah untuk menjelaskan kebtit’ihan dan keinginannya tanpa harus menunggu orang lain mengerti tangisan, gerak tubuh atau ekspresi wajahnya. Dengan demikian kemampuan berbicara dapat mengurangi frustasi anak yang disebabkan oleh orang tua atau lingkungannya tidak mengerti apa saja yang dimaksudkan oleh anak.
Dengan berbicara anak mudah untuk menjelaskan kebtit’ihan dan keinginannya tanpa harus menunggu orang lain mengerti tangisan, gerak tubuh atau ekspresi wajahnya. Dengan demikian kemampuan berbicara dapat mengurangi frustasi anak yang disebabkan oleh orang tua atau lingkungannya tidak mengerti apa saja yang dimaksudkan oleh anak.
2) Sebagai
alat untuk menarik perhatian orang lain
Pada umumnya setiap anak merasa senang
menjadi pusat perhatian orang lain. Dengan melalui keterampilan berbicara anak
berpendapat bahwa perhatian Orang lain terhadapnya mudah diperoleh melalui
berbagai pertanyaan yang diajukan kepada orang tua misalnya apabila anak
dilarang mengueapkan kata-kata yang tidak pantas. Di samping itu berbicara juga
dapat untuk menyatakan berbagai ide, sekalipun sering kali tidak masuk
akal-bagi orang tua, dan bahkan dengan mempergunakan keterampilan berbicara
anak dapat mendominasi situasi “.ehingga terdapat komunikasi yang baik antara
anak dengan teman bicaranya.
3) Sebagai
alat untuk membina hubungan sosial
Kemampuan anak berkomunikasi dengan
orang lain merupakan syarat penting untuk dapat menjadi bagian dari kelompok di
lingkungannya. Dengan keterampilan berkomunikasi anak-anak Iebih mudah diterima
oleh kelompok sebayanya dan dapat memperoleh kesempatan Iebih banyak untuk
mendapat peran sebagai pemimpin dari suatu kelompok, jika dibandingkan dengan
anak yang kurang terampil atau tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan
baik.
4) Sebagai
alat untuk mengevaluasi diri sendiri
Dari pernyataan orang lain anak dapat
mengetahui bagaimana perasaan dan pendapat orang tersebut terhadap sesuatu yang
telah dikatakannya. Di samping anak juga mendapat kesan bagaimana lingkungan
menilai dirinya. Dengan kata lain anak dapat mengevaluasi diri melalui orang
lain.
5) Untuk
dapat mempengaruhi pikiran dan peiasaan orang lain
Anak yang suka,berkomentar, menyakiti
atau mengueapkan sesuatu yang tidak menyenangkan tentang orang lain dapat
menyebabkan anak tidak populer atau tidak disenangi lingkungannya. Sebaliknya
bagi anak yang suka mengueapkan kata-kata yang menyenangkan dapat merupakan
medal utama .bagi anak agar diterima dan mendapat simpat’ dari lingkungannya.
6) Untuk
mempengaruhi perilaku orang lain
Dengan kemampuan berbicara dengan baik
dan penuh rasa pereaya diri anak dapat mempengaruhi orang lain atau teman
sebaya yang berperilaku kurang baik menjadi teman yang bersopan santun.
Kemampuan dan keterampilan berbicara dengan baik juga dapat merupakan modal utama
bagi anak untuk menjadi pemimpin di lingkungan karena teman sebryanya menaruh
kepereayaan dan simpatik kepadanya.
c. Potensi
Anak Berbicara Diditkung oleh Beberapa Hal
1) Kematangan
alat berbicara
Kemampuan berbicara juga tergantung pada kematangan alat-alat berbicara. Misalnya tenggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan Iain-lain dapat mempengaruhi kematangan berbicara. Alat-alat tersebut baru dapat berfungsi dengan baik setelah semirupa dan dapat membentuk atau memproduksi suatu kata dengan baik sebagai permulaan berbicara.
Kemampuan berbicara juga tergantung pada kematangan alat-alat berbicara. Misalnya tenggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan Iain-lain dapat mempengaruhi kematangan berbicara. Alat-alat tersebut baru dapat berfungsi dengan baik setelah semirupa dan dapat membentuk atau memproduksi suatu kata dengan baik sebagai permulaan berbicara.
2) Kesiapan
berbicara
Kesiapan mental anak sangat bergantung pada pertumbuhan dan kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya dimulai sejak anak berusia antara 12-18 bulan, yang disebut teachable moment dari perkembangan bicara. Pada saat inilah anak betul-betul sudah siap untuk belajar. bicara yang sesungguhriya. Apabila tidak ada gangguan anak akan segera dapat berbicara sekalipun belum jelas maksudnya.
Kesiapan mental anak sangat bergantung pada pertumbuhan dan kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya dimulai sejak anak berusia antara 12-18 bulan, yang disebut teachable moment dari perkembangan bicara. Pada saat inilah anak betul-betul sudah siap untuk belajar. bicara yang sesungguhriya. Apabila tidak ada gangguan anak akan segera dapat berbicara sekalipun belum jelas maksudnya.
3) Adanya
model yang baik untuk dicontoh oleh anak
Anak dapat membutuhkan suatu model tertentu -agar dapat
melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan dengan
kata lain sehingga menjadi suatu kalimat yang berarti. Model
tersebut dapat diperoleh dari orang lain, misalnya orang tua atau
saudara, dari radio yang sering didengarkan atau dari TV, atau aktor
film yang bicaranya jelas dan berarti. ^Anak akan mengalami
kesulitan apabila tidak pernah memperoleh model sebagaimana
disebutkan diatas. Dengan sendirinya potensi anak tidak dapat
berkembang sebagaimana mestinya. .
Anak dapat membutuhkan suatu model tertentu -agar dapat
melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan dengan
kata lain sehingga menjadi suatu kalimat yang berarti. Model
tersebut dapat diperoleh dari orang lain, misalnya orang tua atau
saudara, dari radio yang sering didengarkan atau dari TV, atau aktor
film yang bicaranya jelas dan berarti. ^Anak akan mengalami
kesulitan apabila tidak pernah memperoleh model sebagaimana
disebutkan diatas. Dengan sendirinya potensi anak tidak dapat
berkembang sebagaimana mestinya. .
4) Kesempatan
berlntih
Apabila anak kurang mendapatkan latihan keterampilan berbicara akan timbul frustasi dan bahkan sering kali marah yang tidak dimengerti penyebabnya oleh orang tua atau lingkungannya: Pada gilirannya anak kurang memperoleh moUvasi untuk belajar berbicara yang pada umumnya disebut “anak ini lamban” bicaranya.
Apabila anak kurang mendapatkan latihan keterampilan berbicara akan timbul frustasi dan bahkan sering kali marah yang tidak dimengerti penyebabnya oleh orang tua atau lingkungannya: Pada gilirannya anak kurang memperoleh moUvasi untuk belajar berbicara yang pada umumnya disebut “anak ini lamban” bicaranya.
5) Motivasi
untuk belajar dan berlalih
Memberikan motivasi dan melatih anak untuk berbicara sangat penting bagi annk karena untuk memenuhi kebutuhannya untuk memanfaatkan potensi anak. O’-ang tua hendaknya selalu berusaha agar motivasi anak untuk berbicara jangan terganggu atau tidak mendapatkan pengarahan.
Memberikan motivasi dan melatih anak untuk berbicara sangat penting bagi annk karena untuk memenuhi kebutuhannya untuk memanfaatkan potensi anak. O’-ang tua hendaknya selalu berusaha agar motivasi anak untuk berbicara jangan terganggu atau tidak mendapatkan pengarahan.
6) Bimbingan
Bimbingan bagi anak sangat. penting untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu hendaknya orang tua suka memberikan contoh atau model bagi anak, berbicara dengan pelan yang mudah diikuti oleh anak dan orang tua siap memberikan kritik atau membetulkan apabila dalam berbicara anak berbuat suatu kesalahan. Bimbingan tersebut sebaiknya selalu dilakukan secara terus menerus dan konsisten sehingga anak tidak mengalami kesulitan apabila berbicara dengan orang lain.
Bimbingan bagi anak sangat. penting untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu hendaknya orang tua suka memberikan contoh atau model bagi anak, berbicara dengan pelan yang mudah diikuti oleh anak dan orang tua siap memberikan kritik atau membetulkan apabila dalam berbicara anak berbuat suatu kesalahan. Bimbingan tersebut sebaiknya selalu dilakukan secara terus menerus dan konsisten sehingga anak tidak mengalami kesulitan apabila berbicara dengan orang lain.
d. Gangguan
dalam Perkembangan Berbicara
Di samping berbapai faktor tersebut
terdapat beberapa gangguan yang harus diatasi oleh anak dalam rangka belajar
berbicara.Perkembangan berbicara merupakan suatu proses y?ng sangat sulit dan
rumit. Terdapat beberapa kendala yang sering kali dialami oleh anak, antara
lain:
1) Anak
cengeng
Anak yang sering kali menangis dengan berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada fisik maupun psikis anak. Dari segi fisik, gangguan tersebut dapai berupa kurangnya energi sehingga secara otomatis dapat menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan gangguan psikis yang muneul adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang tuanya, atau anggota keluarga lain. Sedangkan reaksi sosial terhadap tangisan anak biasanya bernada negatif. Oleh karena itu peranan orang tua sangat penting untuk menanggulangi hal tersebut, salah satu cara untuk mengajarkan komunikasi yang efektif bagi anak.
Anak yang sering kali menangis dengan berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada fisik maupun psikis anak. Dari segi fisik, gangguan tersebut dapai berupa kurangnya energi sehingga secara otomatis dapat menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan gangguan psikis yang muneul adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang tuanya, atau anggota keluarga lain. Sedangkan reaksi sosial terhadap tangisan anak biasanya bernada negatif. Oleh karena itu peranan orang tua sangat penting untuk menanggulangi hal tersebut, salah satu cara untuk mengajarkan komunikasi yang efektif bagi anak.
2) Anak
sulit memahami isi pembicaraan orang lain
Sering kali anak tidak dapat memahami isi pembicaraan orang tua atau anggota keluarga lain. Hal ini disebabknn kurangnya perbeidaharaan kata pada anak. Di samping itu juga dikarenakan orang tua sering kali berbicara sangat eepat dengan mempergunakan kata-kata yang belum dikenal oleh .anak. Bagi keluarga yang menggunakan dua bahasa (bilingual) anak akan. lebih banyak mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang tuanya atau saudaranya yang tinggal dalam satu rumah. Orang tua hendaknya selalu berusaha meneari penyebab kesulitan anak dalam memahami pembicaraan tersebut agar dapat memperbaiki atau membetulkan apabila anak kurang mengerti dan bahkan salah mengintepretasikan suatu pembicaraan
Sering kali anak tidak dapat memahami isi pembicaraan orang tua atau anggota keluarga lain. Hal ini disebabknn kurangnya perbeidaharaan kata pada anak. Di samping itu juga dikarenakan orang tua sering kali berbicara sangat eepat dengan mempergunakan kata-kata yang belum dikenal oleh .anak. Bagi keluarga yang menggunakan dua bahasa (bilingual) anak akan. lebih banyak mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang tuanya atau saudaranya yang tinggal dalam satu rumah. Orang tua hendaknya selalu berusaha meneari penyebab kesulitan anak dalam memahami pembicaraan tersebut agar dapat memperbaiki atau membetulkan apabila anak kurang mengerti dan bahkan salah mengintepretasikan suatu pembicaraan
BAB V
PERKEMBANGAN AFEKTIF
5.1. Perkembangan
Emosi
Perilaku seseorang dan muneulnya berbagai kebutuhan disebabkan pleh berbagai dorongan dan minat. Perjalanan kehidupan tiap-tiap orang tidak selalu sama. Kehidupan mereka masing-masing berjalan menurut polanya sendiri-sendiri.
1. Pengertian Emosi
Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982 : 59). Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas, tidak jelas batasnya.
2. Karakteristik Perkembngan Emosi
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada maeam dan deajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Perilaku seseorang dan muneulnya berbagai kebutuhan disebabkan pleh berbagai dorongan dan minat. Perjalanan kehidupan tiap-tiap orang tidak selalu sama. Kehidupan mereka masing-masing berjalan menurut polanya sendiri-sendiri.
1. Pengertian Emosi
Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982 : 59). Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas, tidak jelas batasnya.
2. Karakteristik Perkembngan Emosi
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada maeam dan deajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
a. Cinta / kasih sayang
Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya. Perasaan ini dapat disembunyikan.
b. Gembira
Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya belangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau ia jatuh cinta.
Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya belangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau ia jatuh cinta.
c. Kemarahan dan permusuhan
Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. Melalui rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minatnya sendiri.
Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. Melalui rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minatnya sendiri.
d. Ketakutan dan keeemasan
Banyak ketakutan-ketakutan baru muneul karena adanya keeemasan-keeemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja. Tidak ada seorang pun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut.
Menurut Biehler (1972) ciri-ciri emosional remaja terbagi menjadi 2 :
Banyak ketakutan-ketakutan baru muneul karena adanya keeemasan-keeemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja. Tidak ada seorang pun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut.
Menurut Biehler (1972) ciri-ciri emosional remaja terbagi menjadi 2 :
Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun :
1) Banyak murung dan tidak dapat diterka
2) Bertingkah laku kasar
3) Ledakan kemarahan
4) Eenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan
1) Banyak murung dan tidak dapat diterka
2) Bertingkah laku kasar
3) Ledakan kemarahan
4) Eenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan
pendapatnya sendiri
5) Mulai mengamati orang tua dan guru-guru secara lebih objektif
5) Mulai mengamati orang tua dan guru-guru secara lebih objektif
Ciri-ciri emosional remaja berusia 15-18 tahun :
1) Pemberontakan
2) Mengalami konflik dengan orang tua mereka
3) Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurloek, 960 : 266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain :
1) Pemberontakan
2) Mengalami konflik dengan orang tua mereka
3) Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurloek, 960 : 266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain :
1) Belajar
dengan cara coba-coba
Lebih umum digunakan pada masa kanak-kanak awal, dibandingkan sesudahnya.
2) Belajar
dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi dan metode ekspresi
yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3) Belajar dengan cara mempersamakan
diri
Anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
Anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
4) Belajar melalui pengkondisian
Dilakukan dengan cara asosiasi, setelah melewati masa kanak-kanak,. Penggunaan metode ini semakin terbatas pada perkembangan masa suka dan tidak suka.
Dilakukan dengan cara asosiasi, setelah melewati masa kanak-kanak,. Penggunaan metode ini semakin terbatas pada perkembangan masa suka dan tidak suka.
5) Pelatihan
atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasa, terbatas pada aspek reaksi
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi
terangsang.
Banyak kondisi-kondisi sehubungan dengan pertumbuhan anak sendiri dalam hubungannya dengan orang lain yang membawa perubahan-perubahan untuk menyatakan emosi-emosinya ketika ia merasa remaja. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang pengalaman berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.
Banyak kondisi-kondisi sehubungan dengan pertumbuhan anak sendiri dalam hubungannya dengan orang lain yang membawa perubahan-perubahan untuk menyatakan emosi-emosinya ketika ia merasa remaja. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang pengalaman berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.
4. Hubunga
Antara Emosi dan Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Seseorang yang tidak mudah terganggu emosinya eenderung mempunyai
peneernaan yang baik. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan
berbicara. Sikap malu-malu, takut atau agresif dapat merupakan akibat dari
ketegangan emosi atau frustasi dan dapat muneul dengan hadirnya individu
tertentu atau situasi tertentu. Rangsangan yang menghasilkan perasaan yang
tidak menyenangkan, akan sangat mempengaruhi hasil belajar dan rangsangan yang
menyenangkan akan mempermudah siswa belajar.
5. Perbedaan
Individual dalam Perkembangan Emosi
Dalam perkembangan emosi terdapat dalam segi frekuensi, intensitas, serta
jangka waktu dari berbagai maeam emosi, dan juga saat pemuneulannya. Perbedaan
ini terlihat mulai sebelum masa bayi berakhir. Ekspresi emosional anak-anak,
berbeda-beda disebabkan oleh keadaan fisik anak, taraf intelektual dan kondisi
lingkungan.
6. Upaya
Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya di dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Emosi remaja awal eenderung banyak melamun dan sulit diterka, cara yang
dapat dilkukan guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan
siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Untuk mengatasi ledakan
kemarahan kita dapat mengubah pokok pembicaraan dan memulai aktivitas baru.
Cara yang paling baik untuk menghadapi pemberontakan para remaja adalah mencoba
untuk mengerti mereka dan melakukan sagala sesuatu yang dapat dilakukan untuk
membantu siswa berhasil berprestasi dalam bidang yang diajarkan.
5.2. Perkembangan
Nilai, Moral, dan Sikap
1. Pengertian
dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, Sikap serta Pengaruh terhadap
Tingkah Laku
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat,
misalnya adat kebiasaan dan sopan santun. Moral adalah ajaran tentang baik
buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya. Moral merupakan
eontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang
dimaksud. Menurut Gerung, sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi
individu terhadap sesuatu hal.
Keterkaitan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Nilai-nilai perlu dikenal terlebih dulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan berwujud tingkah laku.
2. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja
Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat :
I Prakonvensional
II Konvensional
III Post-konvensional
Tingkat I ; Prakonvensional
Keterkaitan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Nilai-nilai perlu dikenal terlebih dulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan berwujud tingkah laku.
2. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja
Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat :
I Prakonvensional
II Konvensional
III Post-konvensional
Tingkat I ; Prakonvensional
Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman
Pada stadium 2, Berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik). Mereka bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi.
Tingkat II : Konvensional
Stadium 3, orientasi mengenai anak yang baik, anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.
Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.
Pada stadium 2, Berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik). Mereka bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi.
Tingkat II : Konvensional
Stadium 3, orientasi mengenai anak yang baik, anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.
Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.
Tingkat III : Pasca - Konvensional
Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial, hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat.
Stadium 6. Tahap ini disebut prinsip universal, pada tahap ini ada norma etik disamping norma pribadi dan subjektif. Ada unsur-unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak baik.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Di dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai peneerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata bahwa faktor lingkungan memegang peranan penting, yang sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan moral makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk (atau meniadakan) tingkah laku yang sesuai.
Para sosiolog berangapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan pada anak-anak. Moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh Piaget.
4. Perbedaan individual dalam Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Penngertian moral dan nilai pada anak-anak umur sepuluh atau sebelas tahun berbeda dengan anak-anak yang lebih tua. Pengertian mengenal aspek moral pada anak-anak lebih besar, lebih lentur dan nisbi. Untuk sebagian remaja serta orang dewasa yang penalarannya terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap prakonvensional.
Menurut Kohlberg, faktor kebudayaan yang mempengaruhi perkembangan moral, terdapat berbagai rangsangan yang diterima oleh anak-anak dan ini mempengaruhi tempo perkembangan moral. Dalam kenyataan sehari-hari selalu saja ada gradasi dalam intensitas penghayatan dan pengamalan individu mengenai nilai-nilai tertentu, apa pun nilai tersebut. Perbedaan-perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai dan moral sabagai pendukung sikap dan perilakunya. Jadi mungkin terjadi individu atau remaja yang tidak mencapai perkembangan nilai, moral, dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan padanya.
5. Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Proses yang dilalui seseorang dalam pengembangan hidup tertentu adalah sebuah proses yang belum seluruhnya dipahami oleh para ahli (Surakhmad, 1980 : 17). Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan, maka kita dihadapkan dalam masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah :
a. Meneiptakan Komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Anak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif. Di sekolah para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral misalnya dalam kerja kelompok.
b. Menciptakan Iklim Lingkungan yang Serasi
Usaha pengembangan tingkah laku yang merupakan peneerminan nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual semata-mata tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif dimana faktor-faktor lingkungan itu sendiri, merupakan penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai tersebut. Lingkungan sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagai pendidik dan pembina yaitu orang tua dan guru.
Bahwa satu lingkungan yang lebih banyak bersifat mengaja, mengundang, atau memberi kesempatan, akan lebih efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang serba membatasi.
BAB VI
TUGAS PERKEMBANGAN KEHIDUPAN PRIBADI,
PENDIDIKA DAN KARIER, DAN KEHIDUPAN BERKELUARGA
6.1. Perkembangan
Kehidupan Pribadi sebagai Individu
6.1.1. Pengertian
Kehidupan Pribadi dan Karakteristiknya
Pada hakikatnya manusia merupakan
pribadi yang utuh dan memiliki sifat-sifat sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Kehidupan pribadi seseorang menyangkut berbagai aspek, yakni aspek
emosional, sosial psikologis dan sosial budaya, dan kemampuan intelektual yang
terpadu secara integrative dengan faktor kehidupan lingkungan. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Pribadi
1. Kehidupan keluarga beserta aspeknya.
2. Keturunan.
3. Lingkungan.
6.1.2 Perbedaan
Individu dalam Perkembangan Pribadi
Dua orang anak yang dibesarkan dalam
satu keluarga akan menunjukkan sifat pribadi yang berbeda, karena hal itu
ditentukan oleh bagaimana mereka masing-masing berinteraksi dan
mengintegrasikan dirinya dengan lingkungannya.
6.1.3 Pengaruh
Perkembangan Kehidupan Pribadi terhadap Tingkah Laku
Jika sejak awal perkembangan kehidupan
pribadi terbentuk secara terpadu dan harmonis, maka dapat diharapkan tingkah
laku yang merupakan pengejawantahan berbagai aspek pribadi itu akan baik.
6.1.4. Upaya
Perkembangan Kehidupan Pribadi
Hidup sehat dan teratur serta
pemanfaatan waktu secara baik. Mengerjakan tugas dan pekerjaan praktis
sehari-hari secara mandiri dengan penuh tanggung jawab. Hidup bermasyarakat
dengan melakukan pergaulan dengan sesama, terutama dengan teman sebaya.
6.2. Perkembangan
Kehidupan Pendidikan dan Karier
6.2.1. Pengertian
Kehidupan Pendidikan dan Karier
Kehidupan pendidikan merupakan
pengalaman proses belajar yang dihayati sepanjang hidupnya, baik dalam jalur
pendidikan sekolah maupun di luar sekolah. Kehidupan karier merupakan
pengalaman seseorang di dunia kerja.
6.2.2 Karakteristik
Kehidupan Pendidikan dan Karier
· Lingkungan pendidikan keluarga
· Masyarakat
· Sekolah
6.2.3. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier
· Faktor sosial ekonomi
· Faktor lingkungan
· Faktor pandangan hidup
6.2.4. Pengaruh
Perkembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier terhadap Tingkah Laku dan Sikap
Pada jenjang pendidikan dasar yang
kurikulumnya masih sangat umum, sekolah tersebut menyediakan pelajaran dasar
yang belum bermakna sebagai pembekalan anak-anak untuk siap bekerja dan belum
terarah kepemberian keterampilan tertentu untuk terjun ke dunia kerja di dalam
masyarakat
Banyak pandangan yang menyatakan
bahwa sekolah itu kurang membawa manfaat bagi hidupnya, mereka (golongan yang
sosial ekonominya lemah) memandang bahwa sekolah tidak dapat memberikan
pekerjaan baginya.
6.2.5 Perbedaan
Individu dalam Perkembangan Pendidikan dan Karier
Pencapaian tingkat pendidikan
dipengaruhi oleh tingkat keeerdasan atau IQ. Kehidupan pendidikan akan sangat
bervariasi atau berbeda-beda sciring dengan perbedaan kemampuan berpikir atau
IQ.
6.2.6 Upaya
Pengembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier
a. Perkembangan
karier remaja
1. Tahap
minat (umur 11-12 tahun)
2. Tahap
kapasitas (12-14 tahun)
3. Tahap
nilai (15-16 tahun)
4. Tahap
transisi (17-18 tahun)
b. Masalah
yang dihadapi
Shertzer menyarankan untuk menghadapi
remaja yang mengalami masalah atau kesulitan dalam memilih karier:
1. Pelajari
dirimu sendiri
2. Di
bidang apa kamu merasa paling sreg (comfortable)
3. tulislah
reneana dan cita-citamu secara formal. Dll
Dalam sistem pendidikan di Indonesia,
remaja dapat dibantu mengatasi masalah perkembangan dan pilihan karier melalui
layanan bimbingan karier di SMP dan SMA melalui kegiatan:
1. pemahaman
diri.
2. pemahaman
lingkungan.
3.
cara-cara mengatasi masalah dan hambatan dalam perencanaan dan
pemilihan kerier sehubungan dengan kemungkinan keterbatasan lingkungan dan keadaan
diri.
4.
perencanaan masa depan.
5. usaha
penyaluran, penempatan, pengaturan, dan penyesuaian.
6.3. Tugas
Perkembangan Remaja Berkenaan dengan Kehidupan Berkeluarga
6.3.1.
Pengertian Kehidupan Berkeluarga
Secara biologis pertumbuhan remaja telah
mencapai kematangan seksual, yang berarti bahwa secara biologis remaja telah
siap melakukan fungsi produksi. Kematangan fungsi seksual tersebut telah
berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja dan telah mulai tertarik dengan
lawan jenis.
Berkenaan dengan upaya menetapkan
pilihan pasangan hidup, perkembangan sosial psikologis remaja ditandai dengan
upaya menarik lawan jenis dengan berbagai cara yang ditunjukkan dalam bentuk
perilaku.
6.3.2. Timbulnya
Jatuh Cinta
Alasan atau faktor yang seseorang
mengalami jatuh cinta bermaeam-maeam, antara lain adalah faktor kepribadian,
faktor fisik, faktor budaya, latar belakang keluarga, dan faktor kemampuan.
Secord dan Backman (1974) menyatakan
bahwa meneiptakan hubungan yang intim, dicapai melalui tiga tahap, yaitu tahap
eksplorasi, tahap panawaran, dan tahap komitmen.
Burgess dan Huston mengidentifikasi
perubahan-perubahan perilaku remaja dalam melakukan pergaulan dengan lawan
jenis, di antaranya:
1. Mereka lebih
sering berhubungan dalam periode waktu agak lama.
2.
Mereka terbuka satu sama lain tentang perasaan yang mereka rahasiakan dan
secara fisik menunjukkan keakraban.
3. Mereka
menjadi lebih terbiasa dan saling berbagi persaan suka dan duka.
6.3.3.
Masyarakat dan Perkawinan
Perkawinan antara pria dan wanita bukan
saja masalah yang didorong oleh faktor biologis, melainkan diatur oleh berbagai
aturan atau norma yang berlaku di dalam kehidupan soeial kemasyarakatan
Di samping faktor fisik (biologis) dan
psikologis, faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan ealon
pasangan hidup adalah kesamaan-kesamaan dalam hal ras, bangsa, agama, dan
status sosial ekonomi.
6.4.
Implikasi Tugas-Tugas Perkembangan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan
6.4.1 Pendidikan
yang berlaku di Indonesia, baik pendidikan yang diselenggarakan di dalam
sekolah maupun di luar sekolah, pada umumnya diselenggarakan dalam bentuk
klasikal.
6.4.2 Beberapa
usaha yang perlu dilakukan di dalam penyelenggaraan pendidikan, sehubungan
dengan minat dan kemampuan remaja yang dikaitkan terhadap cita-cita
kehidupannya antara lain:
1. Bimbingan
karier.
2. Memberikan
latihan-latihan praktis terhadap siswa dengan berorientasi terhadap kondisi
(tuntutan) lingkungan.
3. Penyusunan
kurikulum yang komprehensif dengan mengembangkan kurikulum muatan lokal.
6.4.3 Keberhasilan
dalam memilih pasangan, hidup untuk membentuk keluarga banyak ditentukan oleh
pengalaman dan penyelesaian tugas-tugas perkembangan masa-masa sebelumnya.
Untuk mengembangkan model keluarga yang ideal maka perlu dilakukan bimbingan
dan etika pergaulan, dan bimbingan siswa untuk memahami norma
kehidupan masyarakat.
6.4.4 Pendidikan
tentang nilai kehidupan untuk mengenalkan norma kehidupan sosial masyarakat
perlu dilakukan.
Perkembangan Kehidupan Pribadi Sebagai Individu
Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan keeewa dan dieela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut menurut Havighurst adalah: Kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase dari sejak masa bayi sampai usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:
A. Masa bayi dan anak-anak
1. Belajar makan makanan padat
2. Belajar berjalan
3. Belajar berbicara
4 Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
5 Belajar kontak perasaan dengan orang tua, keluarga, dan orang lain
6 Membentuk pengertian sederhana tentang realitas fisik dan sosial
7 Belajar mengetahui mana yang benar dan yang salah serta mengembangkan
Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan keeewa dan dieela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut menurut Havighurst adalah: Kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase dari sejak masa bayi sampai usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:
A. Masa bayi dan anak-anak
1. Belajar makan makanan padat
2. Belajar berjalan
3. Belajar berbicara
4 Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
5 Belajar kontak perasaan dengan orang tua, keluarga, dan orang lain
6 Membentuk pengertian sederhana tentang realitas fisik dan sosial
7 Belajar mengetahui mana yang benar dan yang salah serta mengembangkan
kata hati
B. Masa Anak Sekolah
Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organisme yang sedang tumbuh.
1 Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya.
2 Belajar peranan jenis kelamin
3 Mengembangkan dasar-dasar keeakapan membaea, menulis, dan berhitung
4 Belajar ketangkasan fisik bermain.
5 Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan
B. Masa Anak Sekolah
Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organisme yang sedang tumbuh.
1 Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya.
2 Belajar peranan jenis kelamin
3 Mengembangkan dasar-dasar keeakapan membaea, menulis, dan berhitung
4 Belajar ketangkasan fisik bermain.
5 Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan
kehidupan
sehari-hari
6 Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai
7 Belajar membebaskan ketergantungan diri
8 Mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembga-lembaga
6 Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai
7 Belajar membebaskan ketergantungan diri
8 Mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembga-lembaga
C . Masa Remaja
1 Menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita
2 Menginginkan dan mencapai perilaku soeial yang bertanggung jawab soeial
3 Belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki
4 Perkembangan skala nilai
5 Menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara efektif
6 Persiapan mandiri secara ekonomi
7 Secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih adekwat.
8 Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
9 Pemilihan dan latihan jabatan
10. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
1 Menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita
2 Menginginkan dan mencapai perilaku soeial yang bertanggung jawab soeial
3 Belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki
4 Perkembangan skala nilai
5 Menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara efektif
6 Persiapan mandiri secara ekonomi
7 Secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih adekwat.
8 Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
9 Pemilihan dan latihan jabatan
10. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
D. Masa Dewasa Awal
1 Mulai bekerja
2 Memilih pasangan hidup
3 Belajar hidup dengan suami/istri
4 Mengelola atau mengemudikan rumah tangga.
5 Mulai membentuk keluarga
6 Mengasuh anak
7 Menerima/mengambil tanggung jawab warga Negara
8 Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan
E. Masa Usia Madya/Masa Dewasa Madya
1 Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis
2 Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu
3 Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang
bertanggung
jawab dan berbahagia
4 Mencapai dan
mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir
pekerjaan
5 Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa
6 Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh.
6.5. Perkembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier
Sekolah menyediakan pelajaran dasar yang belum bermakna sebagai pembekalan anak – anak untuk siap bekerja dan belum terarah kepemberian keterampilan tertentu untuk terjun ke dunia kerja di dalam masyarakat.
Sikap remaja terhadap pendidikan sekolah banyak diwarnai oleh karakteristik guru yang mengajarnya. Guru yang baik itu adalah guru yang akrab dengan siswanya dan menolong siswa dalam hal pelajaran. Dalam hal ini guru memberikan bimbingan dan menilai atas dasar objektivitas yang tidak disertai faktor emosional. Sekolah bermaksud untuk mampu memberikan kepada para peserta didik “apa yang sesuai dengan kebutuhannya dan keadaannya”.
Pencapaian tingkat pendidikan dipengaruhi oleh tingkat keeerdasan atau IQ. Dalam kenyataannya IQ setiap orang berbeda-beda, hal itu berpengaruh terhadap pola kehidupannya di dalam bidang pendidikan. Kehidupan pendidikan merupakan bagian awal dari kehidupan karier, maka perbedaan kehidupan pendidikan tersebut konsekuensinya akan membawa perbedaan individual di dalam kehidupan kariernya.
5 Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa
6 Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh.
6.5. Perkembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier
Sekolah menyediakan pelajaran dasar yang belum bermakna sebagai pembekalan anak – anak untuk siap bekerja dan belum terarah kepemberian keterampilan tertentu untuk terjun ke dunia kerja di dalam masyarakat.
Sikap remaja terhadap pendidikan sekolah banyak diwarnai oleh karakteristik guru yang mengajarnya. Guru yang baik itu adalah guru yang akrab dengan siswanya dan menolong siswa dalam hal pelajaran. Dalam hal ini guru memberikan bimbingan dan menilai atas dasar objektivitas yang tidak disertai faktor emosional. Sekolah bermaksud untuk mampu memberikan kepada para peserta didik “apa yang sesuai dengan kebutuhannya dan keadaannya”.
Pencapaian tingkat pendidikan dipengaruhi oleh tingkat keeerdasan atau IQ. Dalam kenyataannya IQ setiap orang berbeda-beda, hal itu berpengaruh terhadap pola kehidupannya di dalam bidang pendidikan. Kehidupan pendidikan merupakan bagian awal dari kehidupan karier, maka perbedaan kehidupan pendidikan tersebut konsekuensinya akan membawa perbedaan individual di dalam kehidupan kariernya.
Orang tua perlu memahami kemajuan pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah dan di luar keluarga karena dengan norma dan ketentuan yang tidak terlalu jauh berbeda antara rumah, sekolah, dan masyarakat dapat dicapai. Proses pemilihan kerja sebenarnya telah berlangsung sejak dini, di saat anak menetapkan pilihan sekolah. Remaja telah berkemampuan untuk menarik keputusan, sekalipun dasar pertimbangan yang digunakan belum eukup luas, terutama yang berkaitan dengan pandangan masa depan yang belum mantap.
Oleh karena itu mereka masih memerlukan arahan atau bimbingan orang tua
atau pembimbing. Faktor yang digunakan untuk menentukan pilihan pekerjaan
antara lain :
1. Minat dan kemampuan
2. Jenis kelamin
3. Latar belakang orang tua
4. Kondisi sosial ekonomi
5. Jenis pekerjaan itu sendiri
1. Minat dan kemampuan
2. Jenis kelamin
3. Latar belakang orang tua
4. Kondisi sosial ekonomi
5. Jenis pekerjaan itu sendiri
Secara psikologis remaja telah eukup mampu untuk memikul tanggung jawab dan
hidup mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi tidak semua remaja
siap menghadapi kondisi masyarakat yang terus berkembang sehingga mereka belum
memiliki konsep kehidupan masa depan. Hal ini akan berakibat mereka akan tampak
tidak memiliki pendirian dan mengalami kesulitan memilih jenis pekerjaan serta
tergantung kepada kelompok.
6.6. Implikasi Tugas-Tugas Remaja Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
1 Sekolah dan perguruan tinggi perlu memberi kesempatan melaksanakan
6.6. Implikasi Tugas-Tugas Remaja Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
1 Sekolah dan perguruan tinggi perlu memberi kesempatan melaksanakan
kegiatan-kegiatan
non akademik melalui perkumpulan.
2 Bila tidak terjadi seorang pria atau wanita tidak sesuai dengan jenis kelamin,
2 Bila tidak terjadi seorang pria atau wanita tidak sesuai dengan jenis kelamin,
maka ia perlu
dibantu melalui bimbingan dan konseling.
3 Siswa yang lambat perkembangan jasmaninya diberi kesempatan berlomba
3 Siswa yang lambat perkembangan jasmaninya diberi kesempatan berlomba
dalam kegiatan
kelompoknya sendiri.
4 Pemberi bantuan kepada siswa untuk memilih lapangan pekerjaan yang
4 Pemberi bantuan kepada siswa untuk memilih lapangan pekerjaan yang
sesuai
BAB VII
PENYESUAIAN REMAJA
7.1. Latar Belakang Penyesuian Diri
Remaja
Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain, dibutuhkan
adanya keselarasan diantara manusia itu sendiri. Agar hubungan interaksi
berjalan baik diharapkan manusia mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya, sehingga dapat menjadi
bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan masalah pada dirinya. Dengan kata lain
berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya
sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.
Penyesuaian dapat
didefinisikan sebagai interaksi yang kontinyu antara diri individu sendiri,
dengan orang lain dan dengan dunia luar. Ketiga faktor ini secara konstan
mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik (Ealhoun dan
Aeoeella,1976). Dari diri sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah
ada pada diri individu, tubuh, perilaku dan pemikiran serta perasaan. Orang
lain yaitu orang-orang disekitar individu yang mempunyai pengaruh besar dalam
kehidupan individu. Dunia luar yaitu penglihatan dan peneiuman serta suara yang
mengelilingi individu.
Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal
ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola
kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri ini
merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan
mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru
dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi
(Hurloek,1980).
Disebutkan juga oleh Hurloek (1980) bahwa seperti halnya proses penyesuaian
diri yang sulit yang dihadapi manusia secara umum, para remaja juga mengalami
proses penyesuaian diri di mana proses penyesuaian diri pada remaja ini
merupakan suatu peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya.
Dalam periode peralihan ini terdapat keraguan akan peran yang akan dilakukan,
namun pada periode ini juga memberikan waktu kepada remaja untuk mencoba gaya
baru yang berbeda, menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai
dengan dirinya. Dengan kata lain hal ini merupakan proses penearian identitas
diri yang dilakukan oleh para remaja.
Untuk menjadikan remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya,
baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena
masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada
masa ini dalam diri remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada
fisik, psikis, maupun sosial. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang
tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus
menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah ada
dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga. Untuk
mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak penyesuaian
baru.
Agar penyesuaian diri yang dilakukan terhadap
lingkungan sosial berhasil (well adjusted), maka remaja harus
menyelaraskan antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan tuntutan-tuntutan
yang diharapkan oleh lingkungannya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan
memiliki kepribadian yang sehat. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui
bahwa para remaja tersebut memakai model pakaian yang sama denga pakaian
anggota kelompok yang populer, maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok
menjadi lebih besar. Untuk itu remaja harus mengetahui lebih
banyak informasi yang tepat tentang diri dan lingkungannya
Guru mempunyai tugas utama mendidik. Dimana dalam mendidik tersebut,
seorang guru dituntut selalu mengedepankan skill sebagai seorang pendidik yang
selalu siap mengajarkan ilmu yang sudah digelutinya selama bertahun-tahun di
bangku kuliah.
Salah satu indikator demi keberhasilan tugas seorang guru adalah bagaimana
ia memahami akan peserta didik yang dibinannya. Peserta didik atau yang lebih
terkenal dengan sebutan siswa adalah obyek pendidikan dan pengajaran guru.
Seorang siswa adalah individu-individu yang satu sama lain berbeda atau khas.
Siswa pada umumnya berumur mulai 5- 12 tahun untuk SD, 12-14 tahun untuk SMP
dan 14-17 tahun untuk SMA.
Pada tahap ini siswa sebagai individu mempunyai tahap-tahap pertumbuhan dan
perkembangan baik fisik maupun psikis/emosi.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka kami akan mencoba untuk
membuat sebuah tulisan yang akan membahas tentang penyesuaian diri remaja.
Konsep dan Proses Penyesuaian Diri
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada
sejauhmana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam penyesuaian diri
dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat.
Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau
tidak mampu menyesuaikan diri, kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi
dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang
proses penyesuaian yang baik atau yang salah suai.
7.2 Pengertian
Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dapat diartikan atau
dideskripsikan sebagai berikut :
a) Penyesuaian
berarti adaptasi: dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survive” dan
memperbolehkan kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan
relasi yang memuaskan dengan tuntutan.
b) Penyesuaian
dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu
dengan standar atau prinsip.
e)
Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan,yaitu memiliki kemampuan untuk
membuat reneana dan mengorganisasi respon- respon sedemikian rupa, sehingga
bisa mrngatasi segala maeam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara
efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang
adekuat/ memenuhi syarat.
d) Penyesuaian
dapat diartikan penguasa dan kematangan emosional yang tepat pada setiap
situasi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia
untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada
lingkunganya. Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan
eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah,
dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial.
7.3 Proses
Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan
diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa
penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang sempurna
terjadi jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya
dengan lingkungannya di mana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan
di mana semua fungsi organisme/individu berjalan normal.
Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempuna seperti itu tidak pernah dapat
dicapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang
hayat (lifelong proeess), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan
mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respon penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang
sebagai upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan memelihara
kondisi-kondisi keseimbangan yang lebih wajar. Penyesuaian adalah suatu proses
kcarah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal.
Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muneul konflik, tekanan, dan frustasi,
dan individu didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan
diri dari ketegangan.
Apakah seseorang berhadapan dengan penyesuaian sehari-hari yang sederhana,
atau suatu penyesuaian yang rumit, terdapat suatu pola dasar yang terdiri dari
elemen-elemen tertentu. Contoh: seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang
dari ibunya yang terlalu sibuk dengan tugas-tugas lain. Anak akan frustasi dan
berusaha sendiri menemukan pemeeahan untuk mereduksi ketegangan/kebutuhan yang
belum terpenuhi. Dia mungkin meneari kasih sayang dimana-mana, atau mengisap
jarinya, atau bahkan tidak berupaya sama sekali, atau makan secara berlebihan,
sebagai respon pengganti bila kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar.
Dalam beberapa hal, respon pengganti tidak tersedia, sehingga individu
meneari suatu respon lain yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi
ketegangan. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri
apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila
dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
Penyesuaian yang sempurna dapat terjadi jika manusia / individu selalu
dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya, tidak ada lagi
kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan semua fungsi-fungsi organisme / individu
berjalan normal. Namun, penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang
hayat, dan manusia terus menerus menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan
hidup guna mencapai pribadi sehat.
7.4 Karakteristik
Penyesuaian Diri
1. Penyesuaian
diri secara positif
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif
ditandai hal-hal sebagai berikut :
1 Tidak
menunjukan adanya ketagangan emosional
2 Tidak
menunjukan adanya mekanisme-mekanisme psikologis
3 Tidak
menunjukan adanya frustasi pribadi
4 Memiliki
pertimbangan rasional dan pengarahan diri
5 Mampu dalam
belajar
6 Menghargai
pengalaman
7 Bersikap
realistik dan objektif.
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya
dalam berbagai bentuk, antara lain :
1 Penyesuaian
dengan menghadapi masalah secara langsung
2 Penyesuaian
dengan melakukan eksplorasi
3 Penyesuian
dengan trial and error atau coba-coba
4 Penyesuian
dengan substitusi
5 Penyesuaian
diri dengan menggali kemampuan pribadi
6 Penyesuaian
dengan belajar
7 Penyesuaian
dengan inhibisi dan kontrol diri
8 Penyesuaian
dengan perencanaan yang eermat.
2 Penyesuaian
Diri yang Salah
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu :
A Reaksi
bertahan (Defence Reaction)
.Rasionalisme, yaitu bertahan dengan meneari-eari alasan untuk membenarkan
tindakannya.
Repressi, yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang
enak ke alam tak sadar.
Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain.
B Reaksi
menyerang (Aggressive Reaction)
Selalu membenarkan diri sendiri
Mau berkuasa dalam setiap situasi
Mau memilikinya
Reaksi melarikan diri.
C. Reaksi
melarikan diri ( Escape Reaetion )
Dalam reaksi ini orang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan
diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya tampak dalam tingkah
laku sebagai berikut: berfantasi yaitu memasukan keinginan yang tidak tercapai
dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai}, banyak tidur,
minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi peeandu ganja, narkotika, dan regresi
yaitu kembali kepada awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak
saperti anak keeil) dan lain-lain.
7.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Proses penyesuaian Diri
Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer
terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi,
atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian. Secara sekunder proses
penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu
sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu penyesuaian identik dengan
faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara
bertahap. Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kondisi Jasmaniah
Kondisi jasmaniah seperti pembawaan dan struktur/konstitusi fisik dan temperamen
sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik
bekaitan erat dengan susunan/konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa
terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe
temperamen (Moh. Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ektomorf yaitu
yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri,
segan dalam aktifitas sosial, pemalu, dan sebagainya.
Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat
diperkirakan bahwa system saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang
penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
gangguan-gangguan dalam system saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan
gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian.
Dengan demikian, kondisi sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat
bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.
2. Perkembangan,
Kematangan dan Penyesuaian Diri
Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat
instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan
bertambahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya melalui proses
belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini
menentukan pola-pola penyesuaian dirinya.
Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda
antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola-pola
penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola
penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kematangan yang dicapainya. Disamping itu, hubungan antara penyesuaian dengan
perkembangan dapat berbeda menurut jenis aspek perkembangan yang dicapai.
Kondisi-kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti:
emosional, sosial, moral, keagamaan dan intelektual.
3. Penentu Psikologis
terhadap Penyesuaian diri
Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri,
diantaranya adalah:
3.1 Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri.
Pengalaman-pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri
adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman traumatie (menyusahkan).
3.2 Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses
penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola respon
yang akan membentuk kepribadian.
3.3 Determinasi Diri
Dalam proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor
tersebut diatas, orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor
kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk
mencapai taraf penyesuaian yang tinggi, dan atau merusak diri. Faktor-faktor
itulah yang disebut determinasi diri.
3.4 Konflik dan penyesuaian
Ada beberapa pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu atau
merugikan. Sebenarnya, beberapa konflik dapat bermanfaat memotivasi seseorang
untuk meningkatkan kegiatan.
3.5 Lingkungan sebagai Penentu
Penyesuaian Diri
Berbagai lingkungan anak seperti keluarga dan pola hubungan didalamnya,
sekolah, masyarakat, kultur dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri
anak.
1. Pengaruh rumah dan
keluarga.
Dari sekian banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri, faktor rumah
dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting, karena keluarga merupakan
satuan kelompok sosial terkeeil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh
individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan
dikembangkan di masyarakat.
2. Hubungan Orang Tua
dan Anak
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempunyai pengaruh terhadap
proses penyesuaian diri anak –anak. Beberapa pola hubungan yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :
1 Menerima
(acceptance)
2 Menghukum
dan disiplin yang berlebihan
3 Memanjakan
dan melindungi anak secara berlebihan
4 Penolakan
5 Hubungan
saudara
Suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling
menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk
tercapainya penyesuaian yang lebih baik. Sebaliknya suasana permusuhan,
perselisihan, iri hati, kebeneian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan
dan kegagalan penyesuaian diri.
3. Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi yang
menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Kondisi studi menunjukkan
bahwa banyak gejala tingkah laku salah bersumber dari keadaan masyarakat.
Pergaulan yang salah di kalangan remaja dapat mempengaruhi pola-pola
penyesuaian dirinya.
4 Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan
intelektual, sosial dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun
psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Disamping itu, hasil
pendidikan yang diterima anak disekolah akan merupakan bekal bagi proses
penyesuaian diri di masyarakat.
3.6 Kultural dan Agama Sebagai
Penentu Penyesuaian Diri
Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan
pola-pola penyesuaian dirinya. Contohnya tatacara kehidupan di sekolah, masjid,
gereja, dan semaeamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan
bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Agama memberikan suasana psikologis
tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya. Agama juga
memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama merupakan sumber nilai,
kepereayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti,
tujuan, dan kestabilan hidup umat manusia. Agama memegang peranan penting
sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri.
3.7. Permasalahan – Permasalahan
Penyesuaian Diri Remaja
Diantara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan
sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan
remaja dengan orang dewasa terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan
pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologi
dan sosial dalam keluarga.
Sebagai contoh, sikap orang tua yang menolak. Penolakan orang tua terhadap
anaknya dapat dibagi menjadi dua maeam. Pertama,penolakan mungkin
merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak sayang
kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghendaki kelahirannya.
Menurut Boldwyn: “Bapak yang menolak anaknya berusaha menundukkan anaknya
dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman
tanpa alasan nyata.” Jenis kedua, dari penolakan adalah dalam
bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak.
Penyesuaian diri remaja dengan kehidupan di sekolah. Permasalahan
penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki
jenjang sekolah yang baru, baik sekolah lanjutan pertama maupun sekolah
lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan
guru-guru, teman, dan mata pelajaran. Sebagai akibat antara lain adalah belajar
menjadi menurun dibanding dengan prestasi di sekolah sebelumnya.
Permasalahan lain yang mungkin timbul adalah penyesuaian diri yang
berkaitan dengan belajar yang baik. Bagi siswa yang baru masuk sekolah lanjutan
mungkin mengalami kesulitan dalam membagi waktu belajar, yakni adanya
pertentangan antara belajar dan keinginan untuk ikut aktif dalam kegiatan
sosial, kegiatan ekstrakulikuler, dan sebagainya.
3.8. Implikasi Proses
Penyesuaian Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa
remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan
(transformasi norma). Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah
pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat
perlindungan jika anak didik mengalami masalah.
Oleh karena itulah disetiap sekolah lanjutan ditunjuk wali kelas yaitu
guru-guru yang akan membantu anak didik jika mereka menghadapi kesulitan dalam
pelajarannya dan guru-guru bimbingan dan penyuluhan untuk membantu anak didik
yang mempunyai masalah pribadi,dan masalah penyesuaian diri baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap tuntutan sekolah.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlanear proses penyesuaian diri
remaja khususnya di sekolah adalah:
a. Meneiptakan
situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “betah” (at home) bagi anak didik,
baik secara sosial, fisik maupun akademis.
b. Meneiptakan
suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
c. Usaha
memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun
seluruh aspek pribadinya.
d. Menggunakan
metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
e. Menggunakan
prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
Karena di sekolah guru merupakan figure pendidik yang penting dan besar
pengaruhnya terhadap penyesuaian siswa-siswanya, maka dituntut sifat-sifat guru
yang efektif, yakni sebagai berikut (Ryans dalam Garrison, 1956).
· Memberi
kesempatan (alert), tampak antusias dan berminat dalam aktivitas siswa dan
kelas.
· Ramah
(eheerful) dan optimistis.
· Mampu
mengontrol diri, tidak mudah kaeau (terganggu), dan teratur tindakannya.
· Senang
kelakar, mempunyai rasa humor.
· Mengetahui
dan mengakui kesalahan-kesalahannya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Dkk. 2009. Psikologi
Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Anonymous (2010) Peranan orang tua
sangat diperlukan untuk meneegah para remaja melakukan hubungan seks pra nikah
(di luar nikah.
Anonymous (2010) Pendidikan
Seks Efektifkah. Diambil pada tanggal 15 Oktober 2010.
Arikunto, S. (2006). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi 6., Jakarta: EGE.
Bararah V.F (2010) Perilaku
Seksual Remaja Indonesia. Diambil pada tanggal 15 Oktober 2010 dari
Dempsey, P. A. (2002). Riset
Keperawatan Buku Ajar dan Latihan, Edisi 4., Jakarta: EGE.
Dianawati, A. (2003). Pendidikan
Seks Untuk Remaja, Jakarta: Kawan Pustaka.
Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan
Masyarakat Ilmu dan Seni, Edisi Revisi., Jakarta: PT Rineka Eipta.
Notoatmodjo, S. (2005). Promosi
Kesehatan Teori dan Aplikasinya, Jakarta: PT Rineka Eipta. Universitas Sumatera Utara
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian
Kesehatan, Jakarta: PT Rineka
Eipta Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Teses dan Instumen
Penelitian, Edisi 1., Jakarta: Salemba Medika.
Polit, D.F & Hungler, B.P. (1999). Nursing
Researeh:Prnciples and Methods Fifth Editin. Philadelphia: J.B. Lipineot
Company
Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja,
Edisi Revisi., Jakarta: PT Raja
Grafindo. Setiadi. (2007). Konsep dan
Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta: Graha Ilmu.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja
Dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.
Trunodipo T.W (2008) Masturbasi : Kesehatan
Reproduksi Remaja. Diambil pada tanggal 16 Oktober 2010
Widiyastuti, Y. Dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta: Fitramaya.
Universitas Sumatera Utara
Hartono, Agung dan Sunarto. 2008. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta : Rineka Eipta.
Sumantri, Mulyani dan Nana Syaodih. 2007. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Universitas Terbuka
Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya
Hurloek, Elizabeth B. 1997. Psikologi Perkembangan. Edidi Kedua. Jakarta:PT
Gelora Pratam
Hawi, Akmal. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. IAIN
PRESS.
Papalia, Diana. 2008. Human development. Jakarta: Prenada Keneana Group.