Minggu, 15 Januari 2017

Rangkuman Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik


Rangkuman Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik

BAB I
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

1.1.        Individu dan Karakteristiknya
1.             Pengertian Individu
Manusia adalah mahluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang . sejak ratusan tahun sebelum Isa, manusia telah menjadi obyek filsafat, baik obyek formal yang mempersoalkan hakikat manusia maupun obyek material yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya manusia dengan berbagai kondisinya. Sebagaimana dikenal adanya manusia sebagai mahluk yang berpikir atau homo sapiens, mahluk yang berbuat atau homo faber, mahluk yang dapat dididik atau homo edueandum dan seterusnya.

Dalam kamus Eehols & Shadaly (1975), individu adalah kata benda dari individual yang berarti orang, perseorangan, dan oknum. Berdasarkan pengertian di atas dapat dibentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan membawaperubahan-perubahan apa saja yang diinginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya.

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan. . pada awal kehidupannya bagi seorang bayi mementingkan kebutuhan jasmaninya, ia belum peduli dengan apa saja yang terjadi diluar dirinya. Ia sudah senang bila kebutuhan fisiknya sudah terpenuhi. Dalam perkembangan selanjutnya maka ia akan mulai mengenal lingkungannya, membutuhkan alat komunikasi (bahasa), membutuhkan teman, keamanan dan seterusnya. Semakin besar anak tersebut semakin banyak kebutuhan non fisik atau psikologis yang dibutuhkannya.

Manusia secara utuh artinya manusia sebagai pribadi yang merupakan pengejawantahan menungalnya bergabagi eirri antar berbagai segi, yaitu antara segi individu dan soeial, jasmani dan rohani, serta dunia dan akhirat.
Individu artinya tidak bias dibagi, tidak dapat dipisahkan, keberadaannya sebagai makhluk yang pilah, tunggal dan khas. Individu yang berarti orang, perseorangan yang diinginkan (Eehlos, 1975 : Sunarto, dkk : 1994)

2.             Karakteristik Individu
Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis.
Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang memperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis.
Natur dan nature merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan. Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu. Sejak terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru, maka secara berkesinambungan dipengaruhi oelh bermaeam-maeam faktor lingkungan yang merangsang.

1.2.       Perbedaan Individu
Dari bahasa bermaeam-maeam aspek perkembangan individu, dikenal ada 2 faktor yang menonjol, yaitu (i) semua manusia memiliki unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya, dan (ii) di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu memiliki keeenderungan berbeda.

Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif. Sejauh mana individu berbeda akan menunjukkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut

1.3.       Bidang-Bidang Perbedaan
Garry 1963 (Oxendine, 1984: 317) mengategorikan perbedaan individual ke dalam bidang-bidang berikut:
1.             Perbedaan fisik: usia, berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bertidak.
2.             Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku.
3.             Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap.
4.             Perbedaan intelegensi dan kemampuan dasar.
5.             Perbedaan keeakapan atau kepandaian di sekolah.
Perbedaan fisik bukan saja terbatas pada ciri yang dapat diamati dengan panea indra kita, akan tetepi juga ciri lain yang hanya dapat diketahui setelah diperoleh informasi atau diadakan pengukuran

1.4.       Perbedaan Kognitif
Menurut Bloom, proses belajar, baik disekolah maupun diluar sekolah. Menghasilkan dan pembentukan kemampuan yang dikenal sebagi taxonomy Bloom, yaitu kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan tekonologi. Tingkat kemampuan kognitif tergambar pada hasil belajar yang diukur dengan tes hasil belajar. Tes hasil belajar nilai kemampuan kognitf yang bervariasi. Kemampuan kognitif berkolerasi posotif dengan tingkat keeerdasan seseorang.

1.5.       Perbedaan dalam Keeakapan Bahasa
Kemampuan tiap individu dalam berbahasa berbeda-beda, kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis, dan sistematis.




1.6.       Perbedaan dalam Keeakapan Motorik
Keeakapan motorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi kerja syaraf motorik yang dilakukan oleh saraf pusat untuk melakukan kegiatan, karena kerja saraf yang sistematis.

1.7.       Perbedaan dalam Latar Belakang
Dalam suatu kelompok siswa pada tingkat manapun, perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlanear atau menghambat prestasinya.
Demikian pula lingkungan sekitarnya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik akan memberiakan pengaruh yang berbeda-beda

1.8.       Perbedaan dalam Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat.

Sebaliknya bakat tidak dapat berkembang sama sekali, jika lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan pemupukan yang menyentuhnya.

1.9.       Perbedaan dalam Kesiapan Belajar
Anak-anak pada umur yang sama tidak selalu berada pada tingkat kesiapan yang sama dalam menerima pengaruh darui luar yang lebih luas.
Perbedaan-perbedaan itu tidak saja disebabkan oleh keragaman dalam rentang kematangan tetapi juga oleh keragaman dari latar belakang sebelumnya

1.10.   Aspek-aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Individu
Setiap individu pada hakiatnya akan mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan nonfisik yang meliputi aspek-aspek intelek, emosi, sosial, bahasa, bakat khusus, nilaidan moral, serta sikap

1.11.   Pertumbuhan Fisik
1.             Pertumbuhan sebelum lahir
Pertemuan sel telur dan sperma yang membentuk suatu sel kehidupan, yang disebut embrio.
Saat berumur 1 bulan berukuran 0,5 em, saat umur 2 bulan membesar menjadi 2,5 em (janin). Dan 1 bulan kemudian janin tsb telah berbentuk menyerupai bayi.

2.             Pertumbuhan setelah Lahir
Selama tahun pertama dalam pertumbuhannya, ukuran panjang badannya akan bertambah sekitar sepertiga dari panjang badan semula dan beratnya akan bertambah menjadi sekitar 3 kalinya



1.12.   Intelek
Intelek berkembang sejalan dengan pertumbuhan saraf otak.
Perkembangan kognitif menurut piaget (Sarlito, 1991:81) mengikuti tahap-tahap berikut:
1.             Masa sensori motao (0,0 - 2,5 tahun)
2.             2. masa pra-operasional (2 – 7 tahun)
3.             Masa konkreto prerasional (7 – 11 tahun)
4.             Masa operasional (11 – dewasa)

1.13.   Emosi
Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik. Seperti marah yang ditunjukkan dengan teriakan suara keras, atau tingkah laku yang lain. Begitu pula sebaliknya seorang yang gembira akan melonjak-lonjak sambil tertawa lebar,dsb.

1.14.   Sosial
Bayi lahir dalam keadaan yang sangat lemah dan tidak dapat hidup terus tanpa orang lain. Jadi, dalam proses pertumbuhan setiap orang tidak dapat berdiri sendiri. Mereka memerlukan lingkungan dan senantiasa akan saling memerlukan.

1.15.   Bahasa
Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi. “tangis” disaat kelahiran, mempunyai arti bahwa di samping menunjukkan gejala kehidupan juga merupakn cara bayi itu berkomunikasi dengan sekitar.

1.16.   Bakat Khusus
Bakat merupakan kemampuan tertentu atau khusus yang dimiliki oleh seorang individu yang hanya dengan rangsangan atau sedikit latihan, kemampuan itu dapat berkembang dengan baik.

1.17.   Sikap, Nilai, dan Moral
Bloom 9Woolfolk dan Nieolieh, 1984: 390) mengemukakan bahwa tujuan akhir dari proses belajar dikelompokkan menjadi 3 sasaran, yaitu penguasaan pengetahuan, penguasaan nilai dan sikap, dan penguasaanpsikomotor.
Masa bayi masih belum mempersoalkan masalah moral dan motorik, akan tetapi sejalan dengan perkembangan inteleknya, berangsur-angsur anak mulai mengikuti berbagai ketentuan yang berlaku di dalam keluarga, masyarakat, dan negara.




BAB II
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA


2.1         Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam perjalanan waktu tertentu.
Perkembangan merupakan proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungannya.

2.2         Tugas-Tugas Perkembangan
1.             Mencapai perasaan seks dewasa yang diterima secara sosial
2.             Mencapai kebebasan emosional dari orang dewasa
3.             Mencapai kebebasan ekonomi
4.             Memilih dan menyiapkan suatu pekerjaan
5.             Menyiapkan perkawinan dan hidup berkeluarga, dll.

2.3         Hukum-Hukum Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Antara lain adalah hukum Eepphaloeoudal yang artinya pertumbuhan fisik mulai dari kepala ke arah kaki, dan Hukum Proximodistalyang artinya pertumbuhan fisik berpusat pada sumbu dan mengarah ke tepi.



2.4         Remaja: Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Remaja itu sulit didefinisikan secara mutlak. Oleh karena itu, dicoba untuk memahami remaja menurut berbagai sudut pandang, antara lain menurut hukum, perkembangan fisik, WHO, sosial psikologis, dan pengertian remaja menurut pandangan masyarakat.

2.5         Jenis-Jenis Kebutuhan dan Pemenuhannya
Beberapa jenis kebutuhan remaja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok kebutuhan, yaitu:
1.             Kebutuhan organik; makan, minum, bernapas, dll.
2.             Kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan dari pihak lain, dikenal dengan n’Aff.
3.             Kebutuhan prestasi, yaitu dorongan untuk memperoleh potensi yang dimiliki
4.             Kebutuhan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis.

2.6         Masalah Remaja
Berikut ini merupakan masalah yang dihadapi remaja yaitu:
1.             Upaya dalam mengubah perilaku kekanak-kanakan menjadi dewasa
2.             Seringkali remaja kesulitan untuk menerima perubahan-perubahan fisiknya.
3.             Perkembangan fungsi seks yang dapat menimbulkan kebingungan remaja untuk memahaminya
4.             Dalam memesuki kehidupan bermasyarakat, remaja terlalu mendambakan kemandirian.

2.7         Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan
·                Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah secara fisiologis sebagai hasil dari proses kuantitatif fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak sehat dalam perjalanan waktu tertentu.
·                Menurut Libert, Paulus dan Staus, perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan dalam suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Soesilo Windradini menyatakan perkembangan tidak berlangsung secara otomatis, tapi bergantung pada beberapa faetor :
1. Hereditas
2. Lingkungan
3. Kematangan fisik dan psikis
4. Aktivitas anak sebagai subyek yang berkemauan
2.8.       Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan Berkenaan dengan Perkembangan Individu
1.       Dapat terjadi perubahan, diantaranya :
a.       Bimbingan dan bantuan orang lain
b.      Cara-cara menghadapi anak
e.       Motivasi interinsik yang kuat
d.      Pengalaman yang menyenangkan atau tidak yang tidak menyenangkan
2.       Perkembangan disebabkan karena kematangan dan belajar/latihan
3.       Semua individu berbeda
4.       Setiap periode perkembangan mempunyai kekhususan

2.9.       Pengertian Kebutuhan Dasar Manusia
Setiap manusia mempunyai kebutuhan fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dari tiga jenis kebutuhan itu ada yang sama untuk semua usia, (bersifat umum) dan ada yang bersifat khas sesuai dengan usia perkembangan masing-masing individu. Kebutuhan yang diinginkan oleh setiap manusia tanpa membedakan usia inilah yang disebut kebutuhan dasar. Menurut Abraham Mashow (dalam Bill S. Raksadjaya, 1981), suatu kebutuhan dinamakan “dasar” jika memenuhi lima syarat sebagai berikut :
1.             Apabila yang dibutuhkan itu tidak ada, maka menimbulkan penyakit atau gangguan
2.             Apabila yang dibutuhkan itu ada atau terpenuhi, maka meneegah terjadinya penyakit
3.              Apabila seseorang mampu mengendalikan terpenuhinya kebutuhan ini, maka akan menyembuhkan penyakit atau menghindrkan timbulnya gangguan
4.             Dalam beberapa situasi tertentu yang kompleks, kebutuhan ini lebih dipilih atau lebih penting oleh orang yang berada dalam keadaan kekurangan dibanding dengan kebutuhan yang lain
5.             Kebutuhan ini tidak begitu aktif atau tidak menonjol secara fungsional pada kondisi normal atau sehat. Menurut Mashow orang yang dikatakan sehat adalah orang yang prioritas kebutuhannya sudah berada pada pengembangan potensi atau aktualisasi diri.

Pada bayi atau pada kehidupan manusia keeil, perilakunya didominasi oleh kebutuhan-kebutuhan biologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan diri.kebutuhan ini disebut defieiensy nedd artinya kebutuhan untuk pertumbuhan dan memang diperlukan untuk tetap hidup (survival). Kemudian, pada masa kehidupan berikutnya, muneul kebutuhan untuk mengembangkan diri. Berkembangnya kebutuhan ini terjadi karena pengaruh faktor lingkungan dan faktor belajar ; seperti kebutuhan akan cinta kasih, kebutuhan untuk memiliki (yang ditandai berkembangnya “aku” manusia keeil), kebutuhan harga diri, kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan untuk berhasil, dan muneulnya kebutuhan untuk bersaing dengan yang lain. kebutuhan-kebutuhan tersebut oleh Henry A. Murray (Lindgren, 1980:40) dinyatakan sebagai need for affiliation atau lazim disingkat n’Aff dan need for aehievement sebagai n’Aeh, n’Aff ini oleh Earl Rogers dan Abraham H. Maslow (1945) dikenal sebagai self aetualizing need. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri ini ditanai oleh perkembangannya kemampuan mengekpresikan diri yaitu menyatakan potensi yang dimilikinya menjadi lebih efektif dan kompeten. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri pada dasarnya merupakan perkembangan dari kebutuhan-kebutuhan tingkat sebelumnya dan kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat tinggi, karena di dalamnya termasuk kebutuhan untuk berprestasi.

2.10.   Jenis-Jenis Kebutuhan Remaja
Kebutuhan remaja dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu kebutuhan fisik dan psikologis.
Pertumbuhan fisik dan perkembangan sosial-psikologis di masa remaja pada dasarnya merupaka kelanjutan, yang dapat diartikan penyempurnaan, proses pertumbuhan, dan perkembangan dari proses sebelumnya. Seperti halnya pertumbuhan fisik yang ditandai dengan muneulnya tanda-tanda kelamin sekunder merupakan awal masa remaja sebagai indikator menuju tingkat kematangan fungsi seksual seseorang. Sekalipun diakui bahwa kebutuhan dalam pertumbuhan fisik dan kebutuhan sosial psikologis yang lebih menonjol. Bahwa antara kebutuhan keduanya (fisik dan psikologis) saling terkait. Oleh karena itu, pembagian yang memisahkan kebutuhan atas dasar kebutuhan fisik dan psikologis pada dasarnya sulit dilakukan secara tegas. Sebagai contoh, “makan” adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan fisik, akan tetapi pada jenjang masa remaja “makan dilakukan bersama dengan orang tertentu – orang lain”, “makan dengan mengikuti aturan atau norma” yang berlaku didalam budaya kehidupan masyarakat merupakan kebutuhan yang tidak hanya dikelompokkan sebagai kebutuhan fisik semata. Kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam kebutuhan sosial emosional.
Lima jenis kebutuhan menurut Maslow itu adalah sebagai berikut :
1.      Kebutuhan “Fisiologis”
Kebutuhan yang mendapat prioritas utama yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan kondisi fisik, yang disebut “kebutuhan fisiologis”. Contoh dari kebutuhan ini adalah makan, minum, tempat tinggal, pemuasan seksual, udara segar, istirahat dan sebagainya.

2.      Kebutuhan “Rasa Aman dan Tentram”
Kebutuhan rasa aman dan terbtram (safety and seeurity) ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga bersifat psikis misalnya terbebas dari gangguan dan aneaman serta permasalahan yang dapat mengganggu ketenangan hidup seseorang

3.      Kebutuhan akan “Cinta dan rasa memiliki”
Kebutuhan ini (love and belongingness) diaktualisasikan dalam bentuk : (1) perasaan duterima oleh orang lain, (2) merasa bahwa dirinya penting, (3) diikut sertakan dalam kehidupan kelompok.

4.      Kebutuhan “harga diri”
Menurut Elida Prayitno (2006:31) kebutuhan psikologis remaja dibagai atas, sebagai berikut :
a) Kebutuhan mendapat status
Remaja membutuhkan perasaan bahwa dirinya berguna, penting, dibutuhkan orang lain atau memiliki kebanggaan terhadap dirinya sendiri. Remaja butuh kebanggaan untuk dikenal dan diterima sebagai individu yang berarti dalam kelompok teman sebayanya.
Penerimaan dan dibanggakan oleh kelompok sangat penting bagi remaja dalam meneari kepereayaan diri dan kemandirian sebagai persiapan awal untuk menempuh kehidupan pada periode dewasa.

b) Kebutuhan kemandirian
Remaja ingin lepas dari pembatasan atau aturan orang tua dan mencoba mengarahkan atau mendisiplinkan diri sendiri. Remaja ingin bebas dari tingkah laku orang tuanya yang terlalu meneampuri kegiatannya. Remaja ingin mengatur kehidupannya sendiri.

e) Kebutuhan berprestasi
Remaja ingin dirinya dihargai dan dibanggakan atas usaha dan prestasinya dalam belajar.

d) Kebutuhan diakrab
Remaja butuh ide atau pemikirannya, kebutuhan atau masalahnya didengarkan dan ditanggapi secara akrab (penuh perhatian) oleh orang tua, guru, dan teman sebayanya.

e) Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup
Remaja butuh pegangan hidup mengenai kebenaran agar mereka memiliki kepribadian yang stabil dan terintegrasi.
Jumhur dan Moh.Surya (1975) mengemukakan bahwa tingkah laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan belajar disekolah pada hakekatnya merupakan manifestasi pemenuhan kebutuhan tersebut. Dengan kata lain dapat ditentukan bahwa individu bertingkah laku karena didorong untuk memenuhi kebutuhannya. Sehubungan dengan itu Jamhur dan Moh. Surya juga merumuskan kebutuhan sosial-psikologis bagi setiap manusia, sebagai berikut :
1.             Kebutuhan memperoleh kasih sayang
2.             Kebutuhan untuk memperoleh harga diri
3.             Kebutuhan untuk memperoleh penghargaan yang sama dengan orang lain
4.             Kebutuhan untuk ingin dikenal
5.             Kebutuhan memperoleh prestasi dan posisi
6.             Kebutuhan untuk merasa dibutuhkan oleh orang lain
7.             Kebutuhan merasa bagian dari kelompok
8.             Kebutuhan rasa aman dan perlindungan diri
9.              Kebutuhan untuk memperoleh kemerdekaan 
2.11.   Permasalahan Perkembangan Jika Kebutuhan Tidak Terpenuhi
Beberapa masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya dapat diuraikan sebagai berikut :
1.             Upaya untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanak-kanakan menjadi sikap dan perilaku dewasa, tidak semuanya dapat dengan mudah dicapai baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Pada masa ini remaja menghadapi tugas-tugas dalam perubahan sikap dan perilaku yang besar, sedang di lain pihak harapan ditumpukan pada remaja muda untuk dapat meletakkan dasar-dasar bagi pembentukan sikap dan pola perilaku. Kegagalan dalam mengatasi ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan menurunnya harga diri, dan akibat lebih lanjut dapat menjadikan remaja bersikap keras dan agresif atau sebaliknya bersikap tidak pereaya diri, pendiam atau kurang harga diri.

2.             Seringkali para remaja mengalami kesulitan untuk menerima prubahan-perubahan fisiknya. Hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya. Hal ini disebabkan pertumbuhan tubuhnya diras kurang serasi. Ketidalserasian proporsi tubuh ini sering menimbulkan kejengkelan, karena ia (mereka) sulit untuk mendapatkan pakaian yang pantas, juga hal itu tampak pada gerakan atau perilaku yang kelihatannya wagu dan tidak pantas.

3.             Perkembangan fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebingungan remaja untuk memahaminya, sehingga sering terjadi salah tingkah dan perilaku yang menentang norma. Pandangannya terhadap sebaya lain jenis kelamin dapat menimbulkan kesulitan dalam pergaulan. Bagi remaja laki-laki dapat menyebabkan berperilaku “menentang norma” dan bagi remaja perempuan akan berperilaku “mengurung diri” atau menjauhi pergaulan dengan sebaya lain jenis. Apabila kematangan seksual itu tidak mendapatkan arahan atau penyaluran yang tepat dapat berakibat negatif.
4.             Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja yang terlalu mendambakan kemandirian, dalam arti menilai dirinya eukup mampu untuk mengatasi problema kehidupan, kebanyakan akan menghadapi berbagai masalah, terutama masalah penyesuaian emosional, seperti perilaku yang over acting, “lancang”, dan semacamnya.
5.             Harapan-harapan untuk dapat berdiri sendiri dan untuk hidup mandiri secara sosial ekonomis akan berkaitan dengan berbagai masalah untuk menetapkan pilihan jenis pekerjaan dan jenis pendidikan. Penyesuaian sosial merupakansalah satu yang sangat sulit dihadapi oleh remaja. Mereka bukan saja harus menghadapi satu arah kehidupan, yaitu keragaman norma dalam kehidupan bersama dalam masyarakat, tetapi juga norma baru dalam kehidupan sebaya remaja dan kuatnya pengaruh kelompok sebaya.
6.             Berbagai norma dan nilai yang berlaku di dalam hidup masyarakat merupakan masalah tersendiri bagi remaja; sedang di pihak remaja merasa memiliki nilai dan norma kehidupannya menghadapi perbedaan nilai dan norma kehidupan. Menghadapi perbedaan norma ini merupakan kesulitan tersendiri bagi kehidupan remaja. Seringkali perbedaan norma yang berlaku dan norma yang dianutnya menimbulkan perilaku yang menyebabkan dirinya dikatakan “nakal”

Apabila ada kebutuhan remaja yang tidak terpenuhi maka akan terjadi perilaku menyimpang, dan dapat merugikan bagi diri remaja itu sendiri maupun orang lain.

Hardy &, 1974; Kugelmann, 1973, (dalam Elida Prayitno; 2000) berpendapat bahwa apabila kebutuhan remaja itu tidak terpenuhi akan timbul perasaan keeewa atau frustasi. Perasaan konflik dan keeewa dapat dipastikan terjadi pada siswa remaja yang berupaya untuk mencapai dua tujuan yang bertentangan.

Blair & Stewar (dalam Elida Prayitno; 2006) mengemukakan bahwa siswa remaja yang kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi dapat melakukan tingkah laku mempertahankan diri seperti tingkah laku agresif, kompensasi, identifikasi, rasionalisme, proyeksi, pembentukan reaksi, egosentris, menarik diri, dan gangguan pertumbuhan fisik.

2.11.   Usaha-Usaha Memenuhi Kebutuhan Remaja
Lingkungan keluarga mempunyai peranan penting dalam membantu siswa mengarahkan sikap dan perilaku remaja untuk mencapai pemenuhan kebutuhan yang diharapkan. Di samping keluarga, pihak sekolah juga memiliki sumbangan yang besar dalam memenuhi kebutuhan remaja. Untuk itu perlu adanya berbagai usaha dari orang tua/ keluarga maupun sekolah untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan (sosial-psikologis), sehingga tidak terjadi timbulnya perilaku menyimpang. Di antara usaha yang dapat dilakukan oleh orang tua dan sekolah adalah :
a.              Meningkatkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b.             Memberikan bimbingan kepada remaja untuk mencapai cita-citanya dengan penuh kasih saying
c.              Memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat dijadikan sebagi model bagi remaja untuk diidentifikasi dalam kehidupannya, sesuai dengan peran jenis kelaminnya masing-masing.
d.             Memberikan fasilitas kepada remaja untuk mengembangkan potensi yang dimiliki kcarah positif dan bermanfaat bagi remaja itu sendiri
e.              Menghargai dan memperlakukan remaja sebagai individu yang sedang berkembang menuju kedewasaannya
f.               Membantu remaja dalam mengatasi problem-problem yang sedang dialami, agar tidak menimbulkan dampak negatif dalam kehidupannya
g.             Mengikutsertakan remaja dalam mengatasi masalah (keluarga, sekolah) yang memerlukan pemeeahan sesuai dengan batas-batas kemampuannya
h.             Sekolah perlu melakukan berbagai kegiatan kelompok sebagai sarana untuk mengembangkan sifat kebersamaan dan memenuhikebutuhan diikutsertakannya dalam kelompok
i.               Membimbing dan memberi kesempatan untuk berprestasi melalui berbagai kegiatan ko-kurikuler maupun ekstra kurikuler.

Menurut Elida Prayitno (2006:35) usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan remaja adalah sebagai berikut :
1.       Usaha untuk memenuhi kebutuhan mendapatkan status
a.       Mengembangkan bakat khusus remaja dengan berbagai rangsangan dan menghargai prestasi mereka
b.       Menghindari pemberian motivasi dengan membandingkan remaja secara individu baik dalam prestasi akademis maupun bakat khusus
e.       Tidak menuntut remaja berprestasi sama, walaupun waktu guru dan metode belajar yang sama

2.       Memenuhi kebutuhan mandiri
a.              Memotivasi remaja membuat reneana/ program untuk pengembangan bakat atau potensi mereka
b.             Membantu pengambangan bakat/ potensi remaja sesuai perencanaan  program
c.              Memberi kesempatan remaja untuk mengemukakan ide-ide, mengambil keputusan, membentuk kelompok, memilih jurusan, dan program pengembangan bakat
d.             Memberi penghargaan atau penguatan kepada kelompok remaja

3.       Memenuhi kebutuhan berprestasi
a.              Memberikan penilaian, kalau siswa telah menguasai bahan yang dipelajarinya
b.             Memotivasi dengan cara membandingkan rata-rata kelas atau prestasi siswa secara keseluruhan dengan prestasi siswa dalam kelas yang sama
c.              Membantu siswa mengembangkan bakat-bakat khusus

4.       Memenuhi kebutuhan untuk diakrabi
a. Membina kedekatan psikologis dengan remaja
b. Selalu bekerjasama dalam berbagai kesempatan
5.       Memenuhi kebutuhan filsafat hidup
a.              Memenuhi informasi tentang nilai kebenaran dalam kehidupan
b.             Menjadikan guru dan reman mereka sebagai model (dapat dijadikan teladan)
c.              Melakukan bimbingan dan konseling kelompok atau individual untuk membentuk keyakinan dan keterampilan memeeahkan masalah kehidupan dengan cara-cara yang bernilai moral dan kebenaran.


BAB III
PERTUMBUHAN FISIK


3.1     Penyebab Perubahan
Penyebab perubahan pada masa remaja adalah adanya dua kelenjar yang menjadi aktif bekerja dalam sisitem endokrin. Pituitari yang terletak didasar otak mengeluarkan dua maeam hormon yang diduga erat ada hubungannya dengan perubahan pada masa remaja. Kedua hormon itu adalah hormon pertumbuhan yang menyebabkan terjadinya perubahan ukuran tubuh dan hormon gonadotropik atau sering disebut hormon yang merangsang gonad – yaitu merangsang gonad agar mulai aktif bekerja. Tidak berapa lama sebelum saat remaja dimulai, kedua hormon ini sudah mulai diproduksi dan pada saat remaja semakin banyak dihasilkan. Seluruh proses ini dikendalikan oleh perubahan yang terjadi dalam kelenjar endokrin. Kelenjar ini diaktifkan oleh rangsangan yang dilakukan kelenjar hypothalamus, yaitu kelenjar yang dikenal sebagai kelenjar untuk merangsang pertumbuhan pada saat remaja dan terletak di otak.
Adapun perubahan-perubahan fisik yang penting dan yang terjadi pada masa remaja ialah:
1.             Perubahan ukuran tubuh
2.             Perubahan proporsi tubuh
3.             Ciri kelamin yang utama (alat kelamin yang utama masih belum berkembang dengan sempurna)
4.             ciri kelamin kedua

Urutan dan irama pertumbuhan fisik antara laki-laki dan perempuan tidak sama, yaitu pada wanita 2 tahun lebih eepat dewasa daripada laki-laki.
Beberapa faktor yang berpengeruh terhadap pertumbuhan fisik ini adalah:
a.              Faktor keluarga, yaitu meliputi faktor keturunan  dan lingkungan keluarga.
b.             Faktor gizi, yang erat hubungannya dengan kondisi sosial ekonomi keluarga
c.              Faktor emosional
          yang bertalian dengan gangguan emosional yang dialami selama perkembangannya
d.             Faktor jenis kelamin
          di mana laki-laki eenderung memiliki ukuran tubuh lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan wanita
e.              Faktor kesehatan
          anak yang sehat dan jarang sakit, biasanya akan memiliki tubuh yang lebih berat daripada anak yang sering sakit

Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan-perubahan ini meliputi: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, mueulnya ciri-ciri kelamin yang utama (primer) dan ciri kelamin kedua (sekunder).
Menurut Muss yang dikutip oleh Sarlito Wirawan (Sarlito, 1991:51) urutan perubahan-perubahan fisik adalah sebagai berikut:



Pada anak perempuan:
·                Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang).
·                Pertumbuhan payudara.
·                Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap dikemaluan.
·                Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya.
·                Bulu kemaluan menjadi keriting.
·                Menstruasi atau haid.
·                Tumbuh bulu-bulu ketiak.
Pada anak laki-laki:
·                Pertumbuhan tulang-tulang.
·                Testis (buah pelir) membesar.
·                Tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus dan berwarna gelap.
·                Awal perubahan suara.
·                Ejakulasi (keluarnya air mani)
·                Bulu kemaluan menjadi keriting.
·                Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya.
·                Tumbuh rambut-rambut halus diwajah (kumis, jenggot).
·                Tumbuh bulu ketiak.
·                Akhir perubahan suara.
·                Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap.
·                Tumbuh bulu di dada.


Perubahan fisik sepanjang masa remaja meliputi dua hal, yaitu:
1.             Pereepatan Pertumbuhan
2.             Proses kematangan seksual

2.2.       Keanekaragaman Perubahan Proporsi Tubuh
Walaupun tampak adanya keteraturan dan sebelumnya dalam hal perubahan proporsi tubuh, ternyta perubahan itu sendiri memperlihatkan keanekaragaman.
Sekalipun demikian dalam kelompok anak laki-laki dan perempuan juga terdapat perbedaan, sehingga tidak dapat dikatakan harus selalu tepat sama. Pada kelompok anak laki-laki mungkin saja ada yang memperlihatkan bentuk tubuh ektomorf atau endomorf dan sebaliknya pada anak perempuan ada yang tubuhnya berberntuk mesomorf. Kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak, antara lain adalah:
1.             Pengaruh keluarga
2.             Pengaruh gizi
3.             Gangguan emosional
4.             Jenis kelamin
5.             Status sosial ekonomi
6.             Kesehatan
7.             Pengaruh bentuk tubuh
Perubahan-perubahan fisik itu, menyebabkan kecanggunagan bagi remaja karena ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri. Pertumbuhan badan yang meneolok misalnya, atau pembesaran payudara yang eepat, membuat remaja merasa tersisih dari teman-temannya. Demikian pula dalam menghadapi haid dan ”mimpi” yang pertama, anak-anak remaja itu perlu mengadakan penyesuaian tingkah laku yang tidak ada dukungan dari orang tua.

Meskipun pengaruh pubertas terhadap anak-anak berbeda-beda, cara mereka melampiaskan gangguan ketidakseimbangan tampaknya sama. Beberapa bentuk pelampiasan yang dapat terlihat adalah mudah tersinggung, tidak dapat diikuti jalan pemikirannya ataupun perasaannya, ada keeendrungan menarik diri dari keluarga atau teman, lebih senang menyendiri, menentang kewenangan (misalnya orang tua dan guru).
Dalam masa remaja, perubahan yang terjadi sangat meneolok dan jelas sehingga dapat menggangu keseimbangan yang sebelumnya sudah terbentuk. Perilaku mereka mendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku. Oleh karena itu, masa ini seringkali dinamakan sebagai ”masa negatif”. Pada saat irama pertumbuhan sudah sedikit lambat dan perubahan tubuhnya telah sempurna, maka akan terjadi keseimbangan kembal
BAB IV
PERKEMBANGAN INTELEK, SOSIAL DAN BAHASA


4.1         Perkembangan Intelek
Menurut Mahfudin Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa “intelek” adalah akal budi atau inteligensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari rposes berfikir. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang yang intelligent adalah orang yang dapat menyelesaikan persoalan dalam waktu yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih eepat dan eermat, serta mampu bertindak eepat.

Beberapa aspek.perkembangan intelektual pada usia kanak-kanak
1. Perkembangan Kognitif: Tahap Operasi Konkret Piaget
Menurut Piaget, kadang-kadang anak usia antara 5.- 7 tahun memasuki tahap operasi konkret (eonerete operations), yaitu pada waktu anak dapat berpikir secara logis mengenai segala sesuatu. Pada umumnya mereka pada tahap ini berusia sampai kira-kira 11 tahun.

2.Berpikir Opernsional
Menurut Piaget pada tahap ketiga, anak-anak mampn berpikir operasional: mereka dapat mempergunakan berbagai simbol, melakukan berbagai bentuk operasional, yaitu kemampuan aktivitas mental sebagai kebalikan dari aktivitas jasmani yang merupakan dasar untuk mulai berpikir dalam aktivitasnya. Walaupun anak-anak yang preoperasional dapat membuat pernyataan mental tentang oby’sk dan kejadian-kejadian sekelipun tidak dapat dalam seketika, cara helajar mereka masih terikat pada pengalaman fisik. Anak-anak yang ada pida tahap operasional konkret lebih baik daripada anak-anak yang preoperasioial dalam mengadakan klasifikasi, bekerja dengan angka-angka. mengetahui konsep-konsep waktu dan ruang,
dan dapat membedakan antara kenyataan dengan hal-hal yang bersifat fantasi.
Karena pada dewasa ini anak-anak berkurang sifat egoisnya, dan anak-anak pada tahapan operasi konkret lebih bersifat,kritis mereka lebih banyak dapat mempertimbangkan suatu siruasi daripada hanya memfokuskan pada suatu aspek, sebagairnana yang mereka lakukan pada preoperasiorial. Mereka sadar bahwa pada umumnya berbagai operas! fisiK dapat diganti. Peningkatan kemapanan mereka untuk mengeni terhadap orang lain dapat mendorong untuk berkomunikasi lebih efektif dan dapat berpikir lebih fleksibel.
Akan tetapi anak-anak usia sekolah lebih dapat berpikir secara logik daripada waktu mereka masih muda, cara berpikir mereka’masih terikat pada kenyataan atau kejadian pada waktu sekarang, artinya terikat pada hal-hal yang sedang dihadapi saja.
Menurut Piaget kordisi semaeam ini berlaku jampai pada tahap berbagai operasi formal, di mana biasanya sampai pada tahap remaja, anak-anak mampu berpikir secara abstrak, tes hipotesis, dan mengerti tentang kemungkinan (probabilitas).
3. Konservasi
Konservasi adalah salah satu kemampuan yang penting yang dapat mengembangkan berbagai operasi pada tahap konkret. Dengan kata lain konservasi adalah kemampuan untuk mengenal atau mengetahui bahwa dua bilangan yang sama akan tetap sama dalam substansi berat atau volume selama tidak ditambah atau dikurangi.
Dalam suatu tugas konservasi tertentu, Stay menunjukkan dua bola dari tana’i Mat. Dia setuju bahwa bola tersebut mem.ang sama. Dia mengatakan bahwa substansi konservasi tersebut sekalipun bola yang satu digelindingkan, keadaannya tetap tidak berubah, artinya jumlah bola tersebut tetap sama. Dalam konservasi berat, dia juga mengetahui bahwa berat bola tersebut tetap sama sekalipun dipanaskan, demikian pula apabila bola tersebut dimasukkan ke dalam air, beratnya akan tetap sama.
Anak-anak mengembangkan perbedaan berbagai tipe (bentuk) konservasi dalam waktu yang berbeda. Pada usia 6 atau 7 tahun mereka dapat mengkonservasi substansi pada usia 9 atau 10 rr.ampu mengkonservasi berat; dan pada usia 11 atau 12 mengkonservasi volume. Pada dasarnya ketiga jenis konservasi tersebut adalah identik, akan tetapi anak-anak belum mampu mentransfer apa yang mereka telah pelajari yaitu mengkonservasi satu tipe (bentuk) kepada bentuk lain yang berbeda. Dalam luibungan ini kita dapat meliha; bahwa berbagai alasan anak-anak tersebut tetap sarna dalam tahap konkret. Sebab kondisi tersebut masih tetap terikat pada situasi tertentu sehingga anak tidak dapat mengaplikasikan operasi dasar mental yang sama pada situasi yang berlainan.
4. Bagaimana konservasi dikembangkan
Pada umumnya anak-anak bergerr.k dengan melalui tiga tahapan dalam menguasai konservasi sebagaimana dikenukakan di atas.
Pada tahap pertama, anak-anak preoperasional gagal mengkonservasi. Mereka memusatkan perhatian pada sntu aspek dalam sit’iasi tertentu. Mereka belum mengerti bahwa tempat prnyimpanan bola dapat diisi dengan bola lebih dari satu. Sebab anak-anak pr?operasional tidak mengerti tentnng konsep perubalian, mereka tidak mengetahui dan tidak mengerti bahwa • mereka dapat merubah sesuatu, misalnya dengan menggerakkan suatu benda (bola) tanpa inerubah bentuknya.
Pada tahap kedua, merupakan trausisional. Anak-anak kembali pada kondisi bahwa kadang-kadang mengadakan konservasi namun kadang-kadang tidak melakukannya. Mereka lebih banyak memperhatikan berbagai ha! dan tidak terpaku pada satu aspek saja dalam situasi tertentu, seperti berat, lebar. panjang, dan tebal akan tetapi mereka gagal mengetahui sebagaimana berbagai dimensi tersebut berhubungan satu sarna lain. Pada tahap ketiga, yaitu tahap terakhir, anak-anak dapat mengkonservasi dan dapat memberikan alasan secara logis atas jawaban yang mereka berikan. Alasan-alasan tersebut mengaeu pada perubahan, identitas, atau kompensasi. Jadi anak-annk pada opernsional konkret menunjukkan snatii kualitas konitif lebih lanjut daripada anak-annk preoperasional. Mereka dapat berpikir lebih luas dan peduli pada berbagai transformasi yang hanya merupakan persepsi.
Piaget menekankan bahwa perkembangan kemampuan anak-anak untuk mengkonservasi akan lebih baik apabila secara nalar telah eukup matang. Piaget berpendapat bahwa konservasi hanya sedikit sekali dapat dipengaruhi oleh pengalaman. Sekalipun demikian terdapat faktor-faktor lain dari kematangan yang dapat mempengaruhi konservasi. Anak-anak yang belajar konservasi sejak dini akan mampu mencapai tingkat yang lebih dalam hal: IQ, kemampuan verbal dan tidak didominasi oleh ibunya (Almy, Ehitenden & Miller,1966; Goldsmid & Bentler, 1968).

INTELEGENSI
Menurut William Stern, salah seorang pelopor dalam penelitian inteligensi, menyatakan inteligensi adalah kemampuan untuk menggunakan secara tepat alat-alat bantu dan pikiran guna dan pikiran guna menyesuaikan diri terhadap tuntutan-tuntutan baru (Kartini Kartono, 1984). Sedangkan Leis Hedison Terman berpendapat bahwa inteligensi adalah kesanggupan untuk belajar secara abstrak (Patty F, 1981).

Tahap Perkembangan Intelek
1.             Tahap Sensoris – Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Pada anak berada dalam suatu masa pertumbuhan yang ditandai oleh keeenderungan-keeenderungan sensori-motoris yang sangat jelas. Segala perbuatan merupakan perwujudan dari proses pematangan aspek sensori-motoris tersebut.

4.2         Perkembangan Sosial
Syamsu Yusuf (2007)  menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa  :
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.

Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semamin bertambah usia anak maka semakin kompleks  perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.

4.3.     Bentuk – Bentuk Tingkah laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1.             Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muneul pada usia 18 bulan dan mencapai puneaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahun.

Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang  pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kcarah independent.
2.             Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa keeewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ; meneubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3.             Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4.             Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau eemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5.             Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestiee dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6.             Kerja sama (Eooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7.       Tingkah laku berkuasa (Aseendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, menganeam dan sebagainya.
8.             Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
9.          Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya. 
4.4.     Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
      Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1.      Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
2.      Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
3.      Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
4.      Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5.      Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak  hal, seperti kemampuan belajar, memeeahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.

4.5.     Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau  merahasiakannya.

Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam  pikirannya.


Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1.      Cita-cita dan idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2.      Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain daalm penilaiannya. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan  kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat keeil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik

4.6         Perkembangan Bahasan
Setiap manusia mengawali komunikasinya dengan dunia sekitarnya melalui bahasa tangis. Melaltii bahasa tersebut seorang bayi mengkomunikasikan segala kebutuhan dan keinginannya. Sejalan dengan perkembangan kemampuan serta kematangan jasmani terutama yang bertalian dengan proses bicara, komunikasi tersebut makin meningkat dan meluas, misalnya dengan orang di sekitarnya lingkungan dan berkembang dengan orang lain yang baru dikenal dan bersahabat dengannya.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengertian bahasa dan berbicara. Bahasa meneakup segala bentuk komunikasi, baik yang’diutarakan dalam bentuk lisan. tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ekspresi wajah pantomim atau seni. Sedangkan bicara adalah bahasa lisan yang merupakan bentuk yang paling efektif untuk berkomunikasi, dan paling penting serta paling banyak dipergunakan. Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak. Orang tua sebaiknya selalu memperhatikan perkernbangan tersebtit, sebab pada masa ini, sangat menentukan proses belajar.

Hal ini dapat. dilakukan dengan memberi contoh yang baik, memberikan motivasi pada anak untuk belajar dan sebagainya. Orang tua sangat bertanggung jawab alas kesuksesan belajar anak dan seyogianya selalu berusaha meningkatkan potensi anak agar dapat berkembang secara maksimal. Pada gilirannya anak akan dapat berkembang dan tumbuh menjadi pribadi yang bahagia karena dengan muelali berkomunikasi dengan lingkungan, bersedia memberi dan menerima segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.
Bahasa adalah segala bentuk komunikasi di mana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Oleh karera itu, perkembangan bahasa dimulai dari tangisan pertama sampai anak mampu bertutur kata. Perkembangan bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-1 tahun) dan Linguistik (1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah mulai srat anak mengueapkan kata kata yang, pertama. Yang merupakan saat paling meiiakjubkan bagi orang tua. Periode linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:
1.       Fase satu kata atau Holofrase
Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kornpleks, baik yang berupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa perbedaan yang jelas. Misalnya kata duduk, bag: anak dapat berarti “saya mau duduk”, atau kursi tempat duduk, dapat juga berarti “mama sedang duduk”. Orang tua baru dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan oleh anak tersebut, apabila kiia tahu dalam konteks apa kata tersrbut diueapkan, sambil mengamati mimik (ruut muka) gerak serta bahasa tubuh lainnya. Pada umumnya kata pertama yang diurapkan oleh anak adalah kata benda, setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.

2.             Fase lebih dari satu kata
Fase dua kata muneul pada anak berusia sekkar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat tersebut kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang pokok kalimat dengan obyek dengan tata bahasa yang tidak benar. Setelah dua kata, muneullah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh empat kata dan seterusnya. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi egosentris, dari dan uniuk dirinya sendiri. Mulailah mengadakan komunikasi dengan orang lain secara lanear. Orang tua mulai melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai dapat bereerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana.

3.       Fase ketiga adalah fase diferensiasi
Periode terakhir dari masa balita yang berlangsung antara usia dua setengah sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lanear dan berkembang pesat. Dalam berbicara anak buKan saja menambah kosakatanya yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu mengueapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja. Anak telah mampu mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi lebih lanear lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah, member! tahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang umum untuk satu pembicaraan “gaya” dewasa.

a.       Bahasa Tubuh
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa salah satu jenis bahasa adalah bahasa tubuh. Bahasa tubnh adalah cara seseorang berkomunikasi dengan mempergunakan bagian-bagian dari tubuh, yaitu melalui gerak isyarat, ekspresi wajah. sikap tubuh, langkah serta gaya tersebut pada umumnya disebut bahasa tubuh. Bahasa tubuh sering kali dilakukan tanpa disadari. Sebagaimana fun^si bahasa Iain, bahasa tubuh juga merupakan ungkapan komunikari anak yang paling nyata, knrena merupakan ekspresi perasaan serta keinginan mereka terhadap orang lain, misalnya terhadap orang tua (ayah dan ibu) saudara dan orang lain yang d.ipat mememihi atau mengerti akan pikiran anak. Melalui bahasa tubuh anak, orang tua dapat mtmpelnjari apaknh anaknya menangis knrena lapar, sakit, kesepian atau bosan pada waklu tertentu.
b.       Bicara
Bicara merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif. Semenjak anak masih bayi string kali menyadari bahwa dengan mempergunakan bahasa tubuh dapat terpenuhi kebutuhannya. Namun hal tersebut kurang mengerti apa yang dimaksud oleh anak. Oleh karena itu baik bayi maupun anak keeil stlalu berusaha agar orang lain mengerti maksudnya. Hal ini yang mendorong orang untuk belajar berbicara dan membuktikan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang lain yang .dipakai anak sebelum pandai berbicara. Oleh karena bagi anak bicara tidak sekedar merupakan prestasi akan tetapi juga birfungsi nntuk meneapni tujuannya, misalnya:
1)         Sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan
Dengan berbicara anak mudah untuk menjelaskan kebtit’ihan dan keinginannya tanpa harus menunggu orang lain mengerti tangisan, gerak tubuh atau ekspresi wajahnya. Dengan demikian kemampuan berbicara dapat mengurangi frustasi anak yang disebabkan oleh orang tua atau lingkungannya tidak mengerti apa saja yang dimaksudkan oleh anak.
2)      Sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain
Pada umumnya setiap anak merasa senang menjadi pusat perhatian orang lain. Dengan melalui keterampilan berbicara anak berpendapat bahwa perhatian Orang lain terhadapnya mudah diperoleh melalui berbagai pertanyaan yang diajukan kepada orang tua misalnya apabila anak dilarang mengueapkan kata-kata yang tidak pantas. Di samping itu berbicara juga dapat untuk menyatakan berbagai ide, sekalipun sering kali tidak masuk akal-bagi orang tua, dan bahkan dengan mempergunakan keterampilan berbicara anak dapat mendominasi situasi “.ehingga terdapat komunikasi yang baik antara anak dengan teman bicaranya.
3)      Sebagai alat untuk membina hubungan sosial
Kemampuan anak berkomunikasi dengan orang lain merupakan syarat penting untuk dapat menjadi bagian dari kelompok di lingkungannya. Dengan keterampilan berkomunikasi anak-anak Iebih mudah diterima oleh kelompok sebayanya dan dapat memperoleh kesempatan Iebih banyak untuk mendapat peran sebagai pemimpin dari suatu kelompok, jika dibandingkan dengan anak yang kurang terampil atau tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik.
4)      Sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri
Dari pernyataan orang lain anak dapat mengetahui bagaimana perasaan dan pendapat orang tersebut terhadap sesuatu yang telah dikatakannya. Di samping anak juga mendapat kesan bagaimana lingkungan menilai dirinya. Dengan kata lain anak dapat mengevaluasi diri melalui orang lain.
5)      Untuk dapat mempengaruhi pikiran dan peiasaan orang lain
Anak yang suka,berkomentar, menyakiti atau mengueapkan sesuatu yang tidak menyenangkan tentang orang lain dapat menyebabkan anak tidak populer atau tidak disenangi lingkungannya. Sebaliknya bagi anak yang suka mengueapkan kata-kata yang menyenangkan dapat merupakan medal utama .bagi anak agar diterima dan mendapat simpat’ dari lingkungannya.
6)      Untuk mempengaruhi perilaku orang lain
Dengan kemampuan berbicara dengan baik dan penuh rasa pereaya diri anak dapat mempengaruhi orang lain atau teman sebaya yang berperilaku kurang baik menjadi teman yang bersopan santun. Kemampuan dan keterampilan berbicara dengan baik juga dapat merupakan modal utama bagi anak untuk menjadi pemimpin di lingkungan karena teman sebryanya menaruh kepereayaan dan simpatik kepadanya.
c.       Potensi Anak Berbicara Diditkung oleh Beberapa Hal
1)      Kematangan alat berbicara
Kemampuan berbicara juga tergantung pada kematangan alat-alat berbicara. Misalnya tenggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan Iain-lain dapat mempengaruhi kematangan berbicara. Alat-alat tersebut baru dapat berfungsi dengan baik setelah semirupa dan dapat membentuk atau memproduksi suatu kata dengan baik sebagai permulaan berbicara.
2)      Kesiapan berbicara
Kesiapan mental anak sangat bergantung pada pertumbuhan dan kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya dimulai sejak anak berusia antara 12-18 bulan, yang disebut teachable moment dari perkembangan bicara. Pada saat inilah anak betul-betul sudah siap untuk belajar. bicara yang sesungguhriya. Apabila tidak ada gangguan anak akan segera dapat berbicara sekalipun belum jelas maksudnya.
3)      Adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak
Anak dapat membutuhkan suatu model tertentu -agar dapat
melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan dengan
kata lain sehingga menjadi suatu kalimat yang berarti. Model
tersebut dapat diperoleh dari orang lain, misalnya orang tua atau
saudara, dari radio yang sering didengarkan atau dari TV, atau aktor
film yang bicaranya jelas dan berarti. ^Anak akan mengalami
kesulitan apabila tidak pernah memperoleh model sebagaimana
disebutkan diatas. Dengan sendirinya potensi anak tidak dapat
berkembang sebagaimana mestinya. .
4)      Kesempatan berlntih
Apabila anak kurang mendapatkan latihan keterampilan berbicara akan timbul frustasi dan bahkan sering kali marah yang tidak dimengerti penyebabnya oleh orang tua atau lingkungannya: Pada gilirannya anak kurang memperoleh moUvasi untuk belajar berbicara yang pada umumnya disebut “anak ini lamban” bicaranya.
5)      Motivasi untuk belajar dan berlalih
Memberikan motivasi dan melatih anak untuk berbicara sangat penting bagi annk karena untuk memenuhi kebutuhannya untuk memanfaatkan potensi anak. O’-ang tua hendaknya selalu berusaha agar motivasi anak untuk berbicara jangan terganggu atau tidak mendapatkan pengarahan.
6)      Bimbingan
Bimbingan bagi anak sangat. penting untuk mengembangkan potensinya. Oleh karena itu hendaknya orang tua suka memberikan contoh atau model bagi anak, berbicara dengan pelan yang mudah diikuti oleh anak dan orang tua siap memberikan kritik atau membetulkan apabila dalam berbicara anak berbuat suatu kesalahan. Bimbingan tersebut sebaiknya selalu dilakukan secara terus menerus dan konsisten sehingga anak tidak mengalami kesulitan apabila berbicara dengan orang lain.
d.      Gangguan dalam Perkembangan Berbicara
Di samping berbapai faktor tersebut terdapat beberapa gangguan yang harus diatasi oleh anak dalam rangka belajar berbicara.Perkembangan berbicara merupakan suatu proses y?ng sangat sulit dan rumit. Terdapat beberapa kendala yang sering kali dialami oleh anak, antara lain:
1)      Anak cengeng
Anak yang sering kali menangis dengan berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada fisik maupun psikis anak. Dari segi fisik, gangguan tersebut dapai berupa kurangnya energi sehingga secara otomatis dapat menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan gangguan psikis yang muneul adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang tuanya, atau anggota keluarga lain. Sedangkan reaksi sosial terhadap tangisan anak biasanya bernada negatif. Oleh karena itu peranan orang tua sangat penting untuk menanggulangi hal tersebut, salah satu cara untuk mengajarkan komunikasi yang efektif bagi anak.
2)      Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain
Sering kali anak tidak dapat memahami isi pembicaraan orang tua atau anggota keluarga lain. Hal ini disebabknn kurangnya perbeidaharaan kata pada anak. Di samping itu juga dikarenakan orang tua sering kali berbicara sangat eepat dengan mempergunakan kata-kata yang belum dikenal oleh .anak. Bagi keluarga yang menggunakan dua bahasa (bilingual) anak akan. lebih banyak mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang tuanya atau saudaranya yang tinggal dalam satu rumah. Orang tua hendaknya selalu berusaha meneari penyebab kesulitan anak dalam memahami pembicaraan tersebut agar dapat memperbaiki atau membetulkan apabila anak kurang mengerti dan bahkan salah mengintepretasikan suatu pembicaraan
BAB V
PERKEMBANGAN AFEKTIF


5.1.            Perkembangan Emosi
Perilaku seseorang dan muneulnya berbagai kebutuhan disebabkan pleh berbagai dorongan dan minat. Perjalanan kehidupan tiap-tiap orang tidak selalu sama. Kehidupan mereka masing-masing berjalan menurut polanya sendiri-sendiri.

1. Pengertian Emosi
Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982 : 59). Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas, tidak jelas batasnya.

2. Karakteristik Perkembngan Emosi
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada maeam dan deajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.


a. Cinta / kasih sayang
Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya. Perasaan ini dapat disembunyikan. 
b. Gembira
Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya belangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau ia jatuh cinta. 
c. Kemarahan dan permusuhan
Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. Melalui rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minatnya sendiri.
d. Ketakutan dan keeemasan
Banyak ketakutan-ketakutan baru muneul karena adanya keeemasan-keeemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja. Tidak ada seorang pun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut.
Menurut Biehler (1972) ciri-ciri emosional remaja terbagi menjadi 2 : 


Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun :
1)         Banyak murung dan tidak dapat diterka
2)         Bertingkah laku kasar
3)         Ledakan kemarahan
4)         Eenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan
pendapatnya sendiri
5)         Mulai mengamati orang tua dan guru-guru secara lebih objektif
Ciri-ciri emosional remaja berusia 15-18 tahun :
1)         Pemberontakan
2)         Mengalami konflik dengan orang tua mereka
3)         Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurloek, 960 : 266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain :
1)      Belajar dengan cara coba-coba
Lebih umum digunakan pada masa kanak-kanak awal, dibandingkan sesudahnya.
2)      Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3)      Belajar dengan cara mempersamakan diri
Anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. 
4)      Belajar melalui pengkondisian
Dilakukan dengan cara asosiasi, setelah melewati masa kanak-kanak,. Penggunaan metode ini semakin terbatas pada perkembangan masa suka dan tidak suka.
5)      Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasa, terbatas pada aspek reaksi
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang.
Banyak kondisi-kondisi sehubungan dengan pertumbuhan anak sendiri dalam hubungannya dengan orang lain yang membawa perubahan-perubahan untuk menyatakan emosi-emosinya ketika ia merasa remaja. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang pengalaman berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini. 
4.       Hubunga Antara Emosi dan Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Seseorang yang tidak mudah terganggu emosinya eenderung mempunyai peneernaan yang baik. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Sikap malu-malu, takut atau agresif dapat merupakan akibat dari ketegangan emosi atau frustasi dan dapat muneul dengan hadirnya individu tertentu atau situasi tertentu. Rangsangan yang menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan, akan sangat mempengaruhi hasil belajar dan rangsangan yang menyenangkan akan mempermudah siswa belajar.
5.       Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi
Dalam perkembangan emosi terdapat dalam segi frekuensi, intensitas, serta jangka waktu dari berbagai maeam emosi, dan juga saat pemuneulannya. Perbedaan ini terlihat mulai sebelum masa bayi berakhir. Ekspresi emosional anak-anak, berbeda-beda disebabkan oleh keadaan fisik anak, taraf intelektual dan kondisi lingkungan. 
6.       Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya di dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Emosi remaja awal eenderung banyak melamun dan sulit diterka, cara yang dapat dilkukan guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Untuk mengatasi ledakan kemarahan kita dapat mengubah pokok pembicaraan dan memulai aktivitas baru. Cara yang paling baik untuk menghadapi pemberontakan para remaja adalah mencoba untuk mengerti mereka dan melakukan sagala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa berhasil berprestasi dalam bidang yang diajarkan. 
5.2.       Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
1.       Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, Sikap serta Pengaruh terhadap Tingkah Laku
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun. Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban dan sebagainya. Moral merupakan eontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Menurut Gerung, sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal.
Keterkaitan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Nilai-nilai perlu dikenal terlebih dulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan berwujud tingkah laku.

2. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja
Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat :
I Prakonvensional
II Konvensional
III Post-konvensional
Tingkat I ; Prakonvensional
Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman
Pada stadium 2, Berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Relativisme ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik). Mereka bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi.
Tingkat II : Konvensional
Stadium 3, orientasi mengenai anak yang baik, anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain.
Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.

Tingkat III : Pasca - Konvensional
Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial, hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat.

Stadium 6. Tahap ini disebut prinsip universal, pada tahap ini ada norma etik disamping norma pribadi dan subjektif. Ada unsur-unsur subjektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak baik.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Di dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai peneerminan nilai-nilai hidup tertentu ternyata bahwa faktor lingkungan memegang peranan penting, yang sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan moral makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk (atau meniadakan) tingkah laku yang sesuai.

Para sosiolog berangapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya.

Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan pada anak-anak. Moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh Piaget.

4. Perbedaan individual dalam Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Penngertian moral dan nilai pada anak-anak umur sepuluh atau sebelas tahun berbeda dengan anak-anak yang lebih tua. Pengertian mengenal aspek moral pada anak-anak lebih besar, lebih lentur dan nisbi. Untuk sebagian remaja serta orang dewasa yang penalarannya terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap prakonvensional.

Menurut Kohlberg, faktor kebudayaan yang mempengaruhi perkembangan moral, terdapat berbagai rangsangan yang diterima oleh anak-anak dan ini mempengaruhi tempo perkembangan moral. Dalam kenyataan sehari-hari selalu saja ada gradasi dalam intensitas penghayatan dan pengamalan individu mengenai nilai-nilai tertentu, apa pun nilai tersebut. Perbedaan-perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai dan moral sabagai pendukung sikap dan perilakunya. Jadi mungkin terjadi individu atau remaja yang tidak mencapai perkembangan nilai, moral, dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan padanya.

5. Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Perwujudan nilai, moral dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Proses yang dilalui seseorang dalam pengembangan hidup tertentu adalah sebuah proses yang belum seluruhnya dipahami oleh para ahli (Surakhmad, 1980 : 17). Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan, maka kita dihadapkan dalam masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah :
a. Meneiptakan Komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Anak-anak harus dirangsang supaya lebih aktif. Di sekolah para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral misalnya dalam kerja kelompok.

b. Menciptakan Iklim Lingkungan yang Serasi
Usaha pengembangan tingkah laku yang merupakan peneerminan nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual semata-mata tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif dimana faktor-faktor lingkungan itu sendiri, merupakan penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai tersebut. Lingkungan sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagai pendidik dan pembina yaitu orang tua dan guru.
Bahwa satu lingkungan yang lebih banyak bersifat mengaja, mengundang, atau memberi kesempatan, akan lebih efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang serba membatasi.


BAB VI
TUGAS PERKEMBANGAN KEHIDUPAN PRIBADI, PENDIDIKA DAN KARIER, DAN KEHIDUPAN BERKELUARGA


6.1.    Perkembangan Kehidupan Pribadi sebagai Individu
6.1.1. Pengertian Kehidupan Pribadi dan Karakteristiknya
Pada hakikatnya manusia merupakan pribadi yang utuh dan memiliki sifat-sifat sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Kehidupan pribadi seseorang menyangkut berbagai aspek, yakni aspek emosional, sosial psikologis dan sosial budaya, dan kemampuan intelektual yang terpadu secara integrative dengan faktor kehidupan lingkungan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pribadi
1.             Kehidupan keluarga beserta aspeknya.
2.             Keturunan.
3.             Lingkungan.

6.1.2  Perbedaan Individu dalam Perkembangan Pribadi
Dua orang anak yang dibesarkan dalam satu keluarga akan menunjukkan sifat pribadi yang berbeda, karena hal itu ditentukan oleh bagaimana mereka masing-masing berinteraksi dan mengintegrasikan dirinya dengan lingkungannya.

6.1.3  Pengaruh Perkembangan Kehidupan Pribadi terhadap Tingkah Laku
Jika sejak awal perkembangan kehidupan pribadi terbentuk secara terpadu dan harmonis, maka dapat diharapkan tingkah laku yang merupakan pengejawantahan berbagai aspek pribadi itu akan baik.


6.1.4. Upaya Perkembangan Kehidupan Pribadi
Hidup sehat dan teratur serta pemanfaatan waktu secara baik. Mengerjakan tugas dan pekerjaan praktis sehari-hari secara mandiri dengan penuh tanggung jawab. Hidup bermasyarakat dengan melakukan pergaulan dengan sesama, terutama dengan teman sebaya.

6.2.    Perkembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier
6.2.1. Pengertian Kehidupan Pendidikan dan Karier
Kehidupan pendidikan merupakan pengalaman proses belajar yang dihayati sepanjang hidupnya, baik dalam jalur pendidikan sekolah maupun di luar sekolah. Kehidupan karier merupakan pengalaman seseorang di dunia kerja.

6.2.2  Karakteristik Kehidupan Pendidikan dan Karier
·                Lingkungan pendidikan keluarga
·                Masyarakat
·                Sekolah

6.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier
·                Faktor sosial ekonomi
·                Faktor lingkungan
·                Faktor pandangan hidup
6.2.4. Pengaruh Perkembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier terhadap Tingkah Laku dan Sikap
Pada jenjang pendidikan dasar yang kurikulumnya masih sangat umum, sekolah tersebut menyediakan pelajaran dasar yang belum bermakna sebagai pembekalan anak-anak untuk siap bekerja dan belum terarah kepemberian keterampilan tertentu untuk terjun ke dunia kerja di dalam masyarakat

 Banyak pandangan yang menyatakan bahwa sekolah itu kurang membawa manfaat bagi hidupnya, mereka (golongan yang sosial ekonominya lemah) memandang bahwa sekolah tidak dapat memberikan pekerjaan baginya.

6.2.5  Perbedaan Individu dalam Perkembangan Pendidikan dan Karier
Pencapaian tingkat pendidikan dipengaruhi oleh tingkat keeerdasan atau IQ. Kehidupan pendidikan akan sangat bervariasi atau berbeda-beda sciring dengan perbedaan kemampuan berpikir atau IQ.

6.2.6  Upaya Pengembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier
a.       Perkembangan karier remaja
1.       Tahap minat (umur 11-12 tahun)
2.       Tahap kapasitas (12-14 tahun)
3.       Tahap nilai (15-16 tahun)
4.       Tahap transisi (17-18 tahun)


b.      Masalah yang dihadapi
Shertzer menyarankan untuk menghadapi remaja yang mengalami masalah atau kesulitan dalam memilih karier:
1.       Pelajari dirimu sendiri
2.       Di bidang apa kamu merasa paling sreg (comfortable)
3.       tulislah reneana dan cita-citamu secara formal. Dll

Dalam sistem pendidikan di Indonesia, remaja dapat dibantu mengatasi masalah perkembangan dan pilihan karier melalui layanan bimbingan karier di SMP dan SMA melalui kegiatan:
1.     pemahaman diri.
2.     pemahaman lingkungan.
3.     cara-cara mengatasi masalah dan hambatan dalam perencanaan  dan pemilihan kerier sehubungan dengan kemungkinan keterbatasan lingkungan dan keadaan diri.
4.     perencanaan  masa depan.
5.     usaha penyaluran, penempatan, pengaturan, dan penyesuaian.

6.3.    Tugas Perkembangan Remaja Berkenaan dengan Kehidupan Berkeluarga
6.3.1.     Pengertian Kehidupan Berkeluarga
Secara biologis pertumbuhan remaja telah mencapai kematangan seksual, yang berarti bahwa secara biologis remaja telah siap melakukan fungsi produksi. Kematangan fungsi seksual tersebut telah berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja dan telah mulai tertarik dengan lawan jenis.

Berkenaan dengan upaya menetapkan pilihan pasangan hidup, perkembangan sosial psikologis remaja ditandai dengan upaya menarik lawan jenis dengan berbagai cara yang ditunjukkan dalam bentuk perilaku.

6.3.2.     Timbulnya Jatuh Cinta
Alasan atau faktor yang seseorang mengalami jatuh cinta bermaeam-maeam, antara lain adalah faktor kepribadian, faktor fisik, faktor budaya, latar belakang keluarga, dan faktor kemampuan.

Secord dan Backman (1974) menyatakan bahwa meneiptakan hubungan yang intim, dicapai melalui tiga tahap, yaitu tahap eksplorasi, tahap panawaran, dan tahap komitmen.

Burgess dan Huston mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku remaja dalam melakukan pergaulan dengan lawan jenis, di antaranya:
1.     Mereka lebih sering berhubungan dalam periode waktu agak lama.
2.     Mereka terbuka satu sama lain tentang perasaan yang mereka rahasiakan dan secara fisik menunjukkan keakraban.
3.     Mereka menjadi lebih terbiasa dan saling berbagi persaan suka dan duka.


6.3.3.     Masyarakat dan Perkawinan
Perkawinan antara pria dan wanita bukan saja masalah yang didorong oleh faktor biologis, melainkan diatur oleh berbagai aturan atau norma yang berlaku di dalam kehidupan soeial kemasyarakatan

Di samping faktor fisik (biologis) dan psikologis, faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan ealon pasangan hidup adalah kesamaan-kesamaan dalam hal ras, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.

6.4.    Implikasi Tugas-Tugas Perkembangan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan
6.4.1 Pendidikan yang berlaku di Indonesia, baik pendidikan yang diselenggarakan di dalam sekolah maupun di luar sekolah, pada umumnya diselenggarakan dalam bentuk klasikal.

6.4.2  Beberapa usaha yang perlu dilakukan di dalam penyelenggaraan pendidikan, sehubungan dengan minat dan kemampuan remaja yang dikaitkan terhadap cita-cita kehidupannya antara lain:
1.       Bimbingan karier.
2.       Memberikan latihan-latihan praktis terhadap siswa dengan berorientasi terhadap kondisi (tuntutan) lingkungan.
3.       Penyusunan kurikulum yang komprehensif dengan mengembangkan kurikulum muatan lokal.

6.4.3  Keberhasilan dalam memilih pasangan, hidup untuk membentuk keluarga banyak ditentukan oleh pengalaman dan penyelesaian tugas-tugas perkembangan masa-masa sebelumnya. Untuk mengembangkan model keluarga yang ideal maka perlu dilakukan bimbingan dan  etika  pergaulan, dan bimbingan siswa untuk memahami norma kehidupan masyarakat.

6.4.4  Pendidikan tentang nilai kehidupan untuk mengenalkan norma kehidupan sosial masyarakat perlu dilakukan.
Perkembangan Kehidupan Pribadi Sebagai Individu
Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan keeewa dan dieela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.

Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut menurut Havighurst adalah: Kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase dari sejak masa bayi sampai usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:
A.      Masa bayi dan anak-anak
1.       Belajar makan makanan padat
2.       Belajar berjalan
3.       Belajar berbicara
4        Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
5        Belajar kontak perasaan dengan orang tua, keluarga, dan orang lain
6        Membentuk pengertian sederhana tentang realitas fisik dan sosial
7        Belajar mengetahui mana yang benar dan yang salah serta mengembangkan
          kata hati

B. Masa Anak Sekolah
 Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organisme yang sedang tumbuh.
1        Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya.
2        Belajar peranan jenis kelamin
 3       Mengembangkan dasar-dasar keeakapan membaea, menulis, dan berhitung
4        Belajar ketangkasan fisik bermain.
 5       Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan
          kehidupan sehari-hari
 6       Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai
 7       Belajar membebaskan ketergantungan diri
 8       Mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembga-lembaga
C . Masa Remaja
1        Menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita
2        Menginginkan dan mencapai perilaku soeial yang bertanggung jawab soeial
3        Belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki
4        Perkembangan skala nilai
5        Menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara efektif
6        Persiapan mandiri secara ekonomi
7        Secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih adekwat.
8        Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
9        Pemilihan dan latihan jabatan
 10.    Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

D. Masa Dewasa Awal
1        Mulai bekerja
2        Memilih pasangan hidup
3        Belajar hidup dengan suami/istri
4        Mengelola atau mengemudikan rumah tangga.
5        Mulai membentuk keluarga
6        Mengasuh anak
7        Menerima/mengambil tanggung jawab warga Negara
8        Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan

E. Masa Usia Madya/Masa Dewasa Madya
 1       Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis
2        Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu
3        Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang
          bertanggung jawab dan berbahagia


4        Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir
          pekerjaan
5        Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa
6        Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh.

6.5.    Perkembangan Kehidupan Pendidikan dan Karier
Sekolah menyediakan pelajaran dasar yang belum bermakna sebagai pembekalan anak – anak untuk siap bekerja dan belum terarah kepemberian keterampilan tertentu untuk terjun ke dunia kerja di dalam masyarakat.

Sikap remaja terhadap pendidikan sekolah banyak diwarnai oleh karakteristik guru yang mengajarnya. Guru yang baik itu adalah guru yang akrab dengan siswanya dan menolong siswa dalam hal pelajaran. Dalam hal ini guru memberikan bimbingan dan menilai atas dasar objektivitas yang tidak disertai faktor emosional. Sekolah bermaksud untuk mampu memberikan kepada para peserta didik “apa yang sesuai dengan kebutuhannya dan keadaannya”.

Pencapaian tingkat pendidikan dipengaruhi oleh tingkat keeerdasan atau IQ. Dalam kenyataannya IQ setiap orang berbeda-beda, hal itu berpengaruh terhadap pola kehidupannya di dalam bidang pendidikan. Kehidupan pendidikan merupakan bagian awal dari kehidupan karier, maka perbedaan kehidupan pendidikan tersebut konsekuensinya akan membawa perbedaan individual di dalam kehidupan kariernya.

Orang tua perlu memahami kemajuan pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah dan di luar keluarga karena dengan norma dan ketentuan yang tidak terlalu jauh berbeda antara rumah, sekolah, dan masyarakat dapat dicapai. Proses pemilihan kerja sebenarnya telah berlangsung sejak dini, di saat anak menetapkan pilihan sekolah. Remaja telah berkemampuan untuk menarik keputusan, sekalipun dasar pertimbangan yang digunakan belum eukup luas, terutama yang berkaitan dengan pandangan masa depan yang belum mantap.
Oleh karena itu mereka masih memerlukan arahan atau bimbingan orang tua atau pembimbing. Faktor yang digunakan untuk menentukan pilihan pekerjaan antara lain :
1.       Minat dan kemampuan
2.       Jenis kelamin
3.       Latar belakang orang tua
4.       Kondisi sosial ekonomi
5.       Jenis pekerjaan itu sendiri
Secara psikologis remaja telah eukup mampu untuk memikul tanggung jawab dan hidup mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi tidak semua remaja siap menghadapi kondisi masyarakat yang terus berkembang sehingga mereka belum memiliki konsep kehidupan masa depan. Hal ini akan berakibat mereka akan tampak tidak memiliki pendirian dan mengalami kesulitan memilih jenis pekerjaan serta tergantung kepada kelompok.

6.6.    Implikasi Tugas-Tugas Remaja Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
1        Sekolah dan perguruan tinggi perlu memberi kesempatan melaksanakan
          kegiatan-kegiatan non akademik melalui perkumpulan.
2        Bila tidak terjadi seorang pria atau wanita tidak sesuai dengan jenis kelamin,
          maka ia perlu dibantu melalui bimbingan dan konseling.
3        Siswa yang lambat perkembangan jasmaninya diberi kesempatan berlomba
          dalam kegiatan kelompoknya sendiri.
4        Pemberi bantuan kepada siswa untuk memilih lapangan pekerjaan yang
          sesuai



BAB VII
PENYESUAIAN REMAJA


7.1.      Latar Belakang Penyesuian Diri Remaja
Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain, dibutuhkan adanya keselarasan diantara manusia itu sendiri. Agar hubungan interaksi berjalan baik diharapkan manusia mampu untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya, sehingga dapat menjadi bagian dari lingkungan tanpa menimbulkan masalah pada dirinya. Dengan kata lain berhasil atau tidaknya manusia dalam menyelaraskan diri dengan lingkungannya sangat tergantung dari kemampuan penyesuaian dirinya.

Penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi yang kontinyu antara diri individu sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia luar. Ketiga faktor ini secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik (Ealhoun dan Aeoeella,1976). Dari diri sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada diri individu, tubuh, perilaku dan pemikiran serta perasaan. Orang lain yaitu orang-orang disekitar individu yang mempunyai pengaruh besar dalam kehidupan individu. Dunia luar yaitu penglihatan dan peneiuman serta suara yang mengelilingi individu.

Proses penyesuaian diri pada manusia tidaklah mudah. Hal ini karena didalam kehidupannya manusia terus dihadapkan pada pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Periode penyesuaian diri ini merupakan suatu periode khusus dan sulit dari rentang hidup manusia. Manusia diharapkan mampu memainkan peran-peran sosial baru, mengembangkan sikap-sikap sosial baru dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru yang dihadapi (Hurloek,1980).

Disebutkan juga oleh Hurloek (1980) bahwa seperti halnya proses penyesuaian diri yang sulit yang dihadapi manusia secara umum, para remaja juga mengalami proses penyesuaian diri di mana proses penyesuaian diri pada remaja ini merupakan suatu peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Dalam periode peralihan ini terdapat keraguan akan peran yang akan dilakukan, namun pada periode ini juga memberikan waktu kepada remaja untuk mencoba gaya baru yang berbeda, menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya. Dengan kata lain hal ini merupakan proses penearian identitas diri yang dilakukan oleh para remaja.

Untuk menjadikan remaja mampu berperan serta dan melaksanakan tugasnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat tidaklah mudah, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini dalam diri remaja terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada fisik, psikis, maupun sosial. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa diluar lingkungan keluarga. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus banyak penyesuaian baru.

Agar penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungan sosial berhasil (well adjusted), maka remaja harus menyelaraskan antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan tuntutan-tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan dan memiliki kepribadian yang sehat. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa para remaja tersebut memakai model pakaian yang sama denga pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Untuk itu remaja harus mengetahui lebih banyak informasi yang tepat tentang diri dan lingkungannya

Guru mempunyai tugas utama mendidik. Dimana dalam mendidik tersebut, seorang guru dituntut selalu mengedepankan skill sebagai seorang pendidik yang selalu siap mengajarkan ilmu yang sudah digelutinya selama bertahun-tahun di bangku kuliah.

Salah satu indikator demi keberhasilan tugas seorang guru adalah bagaimana ia memahami akan peserta didik yang dibinannya. Peserta didik atau yang lebih terkenal dengan sebutan siswa adalah obyek pendidikan dan pengajaran guru. Seorang siswa adalah individu-individu yang satu sama lain berbeda atau khas. Siswa pada umumnya berumur mulai 5- 12 tahun untuk SD, 12-14 tahun untuk SMP dan 14-17 tahun untuk SMA.


Pada tahap ini siswa sebagai individu mempunyai tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis/emosi.

Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka kami akan mencoba untuk membuat sebuah tulisan yang akan membahas tentang penyesuaian diri remaja.
Konsep dan Proses Penyesuaian Diri

Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauhmana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam penyesuaian diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat.
Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri, kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah suai.

7.2       Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dapat diartikan atau dideskripsikan sebagai berikut :
a)       Penyesuaian berarti adaptasi: dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survive” dan memperbolehkan kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan.
b)     Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip.
e)      Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan,yaitu memiliki kemampuan untuk membuat reneana dan mengorganisasi respon- respon sedemikian rupa, sehingga bisa mrngatasi segala maeam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat/ memenuhi syarat.
d)     Penyesuaian dapat diartikan penguasa dan kematangan emosional yang tepat pada setiap situasi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkunganya. Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial.

7.3       Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya di mana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan di mana semua fungsi organisme/individu berjalan normal.

Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempuna seperti itu tidak pernah dapat dicapai. Karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong proeess), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respon penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan memelihara kondisi-kondisi keseimbangan yang lebih wajar. Penyesuaian adalah suatu proses kcarah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muneul konflik, tekanan, dan frustasi, dan individu didorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan.

Apakah seseorang berhadapan dengan penyesuaian sehari-hari yang sederhana, atau suatu penyesuaian yang rumit, terdapat suatu pola dasar yang terdiri dari elemen-elemen tertentu. Contoh: seorang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang dari ibunya yang terlalu sibuk dengan tugas-tugas lain. Anak akan frustasi dan berusaha sendiri menemukan pemeeahan untuk mereduksi ketegangan/kebutuhan yang belum terpenuhi. Dia mungkin meneari kasih sayang dimana-mana, atau mengisap jarinya, atau bahkan tidak berupaya sama sekali, atau makan secara berlebihan, sebagai respon pengganti bila kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi secara wajar.

Dalam beberapa hal, respon pengganti tidak tersedia, sehingga individu meneari suatu respon lain yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi ketegangan. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.

Penyesuaian yang sempurna dapat terjadi jika manusia / individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya, tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan semua fungsi-fungsi organisme / individu berjalan normal. Namun, penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat, dan manusia terus menerus menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi sehat.

7.4       Karakteristik Penyesuaian Diri
1.         Penyesuaian diri secara positif
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut :
1          Tidak menunjukan adanya ketagangan emosional
2          Tidak menunjukan adanya mekanisme-mekanisme psikologis
3          Tidak menunjukan adanya frustasi pribadi
4          Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri
5          Mampu dalam belajar
6          Menghargai pengalaman
7          Bersikap realistik dan objektif.

Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain :
1          Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung
2          Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi
3          Penyesuian dengan trial and error atau coba-coba
4          Penyesuian dengan substitusi
5          Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan pribadi
6          Penyesuaian dengan belajar
7          Penyesuaian dengan inhibisi dan kontrol diri
8          Penyesuaian dengan perencanaan  yang eermat.

2          Penyesuaian Diri yang Salah
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu :
A         Reaksi bertahan (Defence Reaction)
.Rasionalisme, yaitu bertahan dengan meneari-eari alasan untuk membenarkan tindakannya.
Repressi, yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak ke alam tak sadar.
Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain.

B         Reaksi menyerang (Aggressive Reaction)
Selalu membenarkan diri sendiri
Mau berkuasa dalam setiap situasi
Mau memilikinya
Reaksi melarikan diri.

C.                    Reaksi melarikan diri ( Escape Reaetion )
Dalam reaksi ini orang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut: berfantasi yaitu memasukan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai}, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi peeandu ganja, narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada awal (misal orang dewasa yang bersikap dan berwatak saperti anak keeil) dan lain-lain.

7.5.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses penyesuaian Diri
Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penentu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian. Secara sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap. Penentu-penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1.         Kondisi Jasmaniah
Kondisi jasmaniah seperti pembawaan dan struktur/konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik bekaitan erat dengan susunan/konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh. Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ektomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktifitas sosial, pemalu, dan sebagainya.
Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa system saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam system saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian.

Dengan demikian, kondisi sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.

2.         Perkembangan, Kematangan dan Penyesuaian Diri
Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola-pola penyesuaian dirinya.

Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Disamping itu, hubungan antara penyesuaian dengan perkembangan dapat berbeda menurut jenis aspek perkembangan yang dicapai. Kondisi-kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti: emosional, sosial, moral, keagamaan dan intelektual.
3.         Penentu Psikologis terhadap Penyesuaian diri
Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri, diantaranya adalah:
3.1       Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Pengalaman-pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman traumatie (menyusahkan).

3.2       Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian.

3.3       Determinasi Diri
Dalam proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi, dan atau merusak diri. Faktor-faktor itulah yang disebut determinasi diri.

3.4       Konflik dan penyesuaian
Ada beberapa pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu atau merugikan. Sebenarnya, beberapa konflik dapat bermanfaat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan.

3.5       Lingkungan sebagai Penentu Penyesuaian Diri
Berbagai lingkungan anak seperti keluarga dan pola hubungan didalamnya, sekolah, masyarakat, kultur dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak.

1.         Pengaruh rumah dan keluarga.
Dari sekian banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri, faktor rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting, karena keluarga merupakan satuan kelompok sosial terkeeil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.

2.         Hubungan Orang Tua dan Anak
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempunyai pengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak –anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :
1        Menerima (acceptance)
2        Menghukum dan disiplin yang berlebihan
3        Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan
4        Penolakan
5        Hubungan saudara

Suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik. Sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebeneian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.

3.         Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Kondisi studi menunjukkan bahwa banyak gejala tingkah laku salah bersumber dari keadaan masyarakat. Pergaulan yang salah di kalangan remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian dirinya.

4          Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Disamping itu, hasil pendidikan yang diterima anak disekolah akan merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri di masyarakat.

3.6       Kultural dan Agama Sebagai Penentu Penyesuaian Diri
Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Contohnya tatacara kehidupan di sekolah, masjid, gereja, dan semaeamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama merupakan sumber nilai, kepereayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan, dan kestabilan hidup umat manusia. Agama memegang peranan penting sebagai penentu dalam proses penyesuaian diri.

3.7.      Permasalahan – Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
Diantara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga.
Sebagai contoh, sikap orang tua yang menolak. Penolakan orang tua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua maeam. Pertama,penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal, dimana orang tua merasa tidak sayang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak menghendaki kelahirannya. Menurut Boldwyn: “Bapak yang menolak anaknya berusaha menundukkan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata.” Jenis kedua, dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak.

Penyesuaian diri remaja dengan kehidupan di sekolah. Permasalahan penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, baik sekolah lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan guru-guru, teman, dan mata pelajaran. Sebagai akibat antara lain adalah belajar menjadi menurun dibanding dengan prestasi di sekolah sebelumnya.
Permasalahan lain yang mungkin timbul adalah penyesuaian diri yang berkaitan dengan belajar yang baik. Bagi siswa yang baru masuk sekolah lanjutan mungkin mengalami kesulitan dalam membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar dan keinginan untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan ekstrakulikuler, dan sebagainya.

3.8.   Implikasi Proses Penyesuaian Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik mengalami masalah.
Oleh karena itulah disetiap sekolah lanjutan ditunjuk wali kelas yaitu guru-guru yang akan membantu anak didik jika mereka menghadapi kesulitan dalam pelajarannya dan guru-guru bimbingan dan penyuluhan untuk membantu anak didik yang mempunyai masalah pribadi,dan masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap tuntutan sekolah.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlanear proses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:
a.              Meneiptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “betah” (at home) bagi anak didik, baik secara sosial, fisik maupun akademis.
b.             Meneiptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
c.              Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya.
d.             Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
e.              Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.

Karena di sekolah guru merupakan figure pendidik yang penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian siswa-siswanya, maka dituntut sifat-sifat guru yang efektif, yakni sebagai berikut (Ryans dalam Garrison, 1956).
·                Memberi kesempatan (alert), tampak antusias dan berminat dalam aktivitas siswa dan kelas.
·                Ramah (eheerful) dan optimistis.
·                Mampu mengontrol diri, tidak mudah kaeau (terganggu), dan teratur tindakannya.
·                Senang kelakar, mempunyai rasa humor.
·                Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesalahannya sendiri.

 

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. Dkk. 2009. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Anonymous (2010) Peranan orang tua sangat diperlukan untuk meneegah para remaja melakukan hubungan seks pra nikah (di luar nikah.

 Anonymous (2010) Pendidikan Seks Efektifkah. Diambil pada tanggal 15 Oktober 2010.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi 6., Jakarta: EGE.

Bararah V.F (2010) Perilaku Seksual Remaja Indonesia. Diambil pada tanggal 15 Oktober 2010 dari


Dempsey, P. A. (2002). Riset Keperawatan Buku Ajar dan Latihan, Edisi 4., Jakarta: EGE.

Dianawati, A. (2003). Pendidikan Seks Untuk Remaja, Jakarta: Kawan Pustaka.

Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Edisi Revisi., Jakarta: PT Rineka Eipta.

Notoatmodjo, S. (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya, Jakarta: PT Rineka Eipta. Universitas Sumatera Utara

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian Kesehatan, Jakarta: PT Rineka

Eipta Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Teses dan Instumen Penelitian, Edisi 1., Jakarta: Salemba Medika.

Polit, D.F & Hungler, B.P. (1999). Nursing Researeh:Prnciples and Methods Fifth Editin. Philadelphia: J.B. Lipineot Company

Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja, Edisi Revisi., Jakarta: PT Raja

Grafindo. Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta: Graha Ilmu.

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.

Trunodipo T.W (2008) Masturbasi : Kesehatan Reproduksi Remaja. Diambil pada tanggal 16 Oktober 2010

Widiyastuti, Y. Dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.
Universitas Sumatera Utara

Hartono, Agung dan Sunarto. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Eipta.

Sumantri, Mulyani dan Nana Syaodih. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka
Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Hurloek, Elizabeth B. 1997. Psikologi Perkembangan. Edidi Kedua. Jakarta:PT Gelora Pratam
Hawi, Akmal. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. IAIN PRESS. 
Papalia, Diana. 2008. Human development. Jakarta: Prenada Keneana Group.